Tuesday, December 22, 2009

Meniti Jejak Ibu

Hujan belum deras namun angin sangat kencang. Dinginpun mulai menusuk tulang. Tapi cuaca ini tidak mempengaruhiku untuk segera meninggalkan jendela kamarku. Aku senang berdiri di sini. Mengamati banyak hal. Mobil-mobil yang sibuk berpacu di jalan raya sebelah utara, perkampungan kumuh yang sangat kontras dengan lingkungan kami di sebelah timur, juga kanak-kanak yang sibuk berlari-lari di jalan depan rumahku. Dari jendela ini aku bisa menyaksikan semuanya. Termasuk mengulang kembali memori setahun yang lalu.
Seperti saat ini, Ramadan tahun lalu pun aku suka berdiri di jendela ini sambil menunggu waktu berbuka. Tentu aku tidak sendiri. Ada Kak Icha yang selalu di sampingku. Setelah selesai memasak, dia selalu menawarkan diri untuk menemaniku berdiri di jendela ini. Dan aku tidak pernah keberatan. Kak Icha orangnya asyik. Dia sangat pandai berkisah. Mulai dari kisah-kisah teladan yang berlatar belakang agama, kisah-kisah lucu hasil imajinasinya sendiri, juga kisah kehidupan orang lain. Yang penting ada manfaat dari kisah-kisah itu.
Dari sekalian kisah yang pernah dituturkan, perjalanan seorang anak mencari ibu kandungnya-lah yang paling sering diceritakan Kak Icha padaku.
“Dengan harapan untuk bertemu ibunya itulah yang membuat dia mau meninggalkan ayahnya, satu-satunya orang yang paling disayanginya.” Kisahnya suatu senja.
“Ayahnya yang semula kukuh tidak mau melepasnya pergi akhirnya luluh melihat keinginannya yang begitu besar untuk bertemu ibunya. Pada seorang teman, ayahnya menitipkannya agar diantar ke tempat yang dituju. Keinginannya cuma satu; bertemu ibunya.
Tetapi ternyata jalannya berliku. Keluarga teman ayahnya yang semula baik tidak mengizinkan dia pergi. Mereka butuh dia, tepatnya, tenaganya. Karena pada saat dia datang, kebetulan pembantu keluarga itu pergi. Jadilah gadis itu tertahan di sana untuk jangka waktu yang tidak pasti.
Karena teman ayahnya memiliki informasi tentang ibunya, ia mencoba bertahan tinggal di sana walau sebenarnya tidak betah. Namun penantiannya seperti sia-sia. Teman ayahnya tidak pernah memberi tahu apapun tentang ibunya. Maka mulailah dia mencari tahu keberadaan ibunya sambil tetap tinggal di situ. Tapi lambat laun, sikap anak lelaki teman ayahnya itu membuat dia harus pergi.
Suatu malam dia bangun untuk Tahajud. Selesai wudhu dia langsung salat. Gadis itu lupa mengunci pintu kamarnya. Selesai salat dia hanya tertegun mendapati seorang laki-laki duduk di dipannya sambil mengepulkan asap rokok. Anak laki-laki teman ayahnya.
Dengan baik-baik dia meminta laki-laki itu untuk keluar, namun permintaannya tidak digubris. Laki-laki itu hanya menyeringai sambil memainkan kunci dan memasukkan ke kantongnya. Laki-laki itu menuntutnya ‘balas jasa’ karena telah ditampung dengan gratis dalam keluarganya. Sang gadis menolak. Lelaki muda me-radang. Dia melompat, menerkam, seakan ingin menelannya mentah-mentah. Gadis itu membela diri. Dia menendang, mencakar dan berteriak. Semua anggota keluarga rumah itu terbangun. Mendobrak pintu dan mendapati kamar yang berantakan dan dia yang acak-acakan.
Tapi tidak ada yang membelanya. Semua menuduhnya jalang. Dia yang merangsang. Dia yang mengundang. Sebuah tuduhan yang sangat menyakitkan. Sakit hati direndahkan membuat dia memutuskan pergi dari rumah itu malam itu juga, walau tidak tahu harus ke mana.
Nasib baik mengikutinya. Keesokan harinya, di terminal bus dia berkenalan dengan seorang aktivis. Dia diajak ke rumah singgah. Di sana dia menetap beberapa waktu sambil terus mencari informasi tentang ibunya. Sampai akhirnya dia menemukan ibunya di sebuah rumah besar sebagai istri seorang pengusaha. Dia tidak pernah bisa memeluknya – seperti impiannya – karena dia tidak mau merusak keluarga bahagia tersebut.
Rasa untuk bisa berdekatan mendorongnya untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia bekerja di sana. Menjadi pembantu di rumah ibunya sendiri. Dia tidak pernah menyesali pilihannya tersebut. Itu adalah satu-satunya cara agar dia bisa bersama-sama ibunya. Sehari-hari dia memasak untuk ibunya, mencuci pakaiannya, membersihkan rumahnya. Melihat perempuan itu tersenyum dan tertawa. Dan dia ikut tertawa walau hatinya menangis. ‘’Dia ingat ayahnya yang tinggal sendirian dengan kondisi fisik yang cacat, sakit-sakitan dan hidup pas-pasan.’’ Kak Icha berhenti bercerita, memandang kosong ke depan dan menyeka air matanya.
Aku tertegun. Kisah yang mengharukan dan aku ikut terombang-ambing di dalamnya. Yang membuat aku heran, Kak Icha selalu menangis setiap bercerita tentang kisah ini tetapi kenapa dia suka mengulang menceritakannya.
Begitulah sepanjang Ramadan. Kami ngabuburit sambil berkisah di jendela kamarku.
Jauh hari sebelum lebaran, Kak Icha pulang kampung. Dia ingin menemui ayahnya yang sakit. Dan ada janji yang harus dia tepatinya pada seseorang, katanya. Entah janji apa. Dia hanya tesenyum saat menyampaikannya. Apapun keadaannya, dia berjanji akan kembali. Kami sangat kehilangan. Kak Icha pribadi yang menyenangkan. Dia sudah seperti keluarga kami sendiri. Kami sama-sama merindukannya. Hingga suatu hari aku menemukan catatan harian Kak Icha di kamar adikku.
Waktu itu adikku masuk kamar Kak Icha untuk sembunyi dari Hani, teman bermainnya hari itu. Ketika Hani menemukannya, mereka melanjutkan permainan di kamar itu. Mereka saling melempar bantal. Ketika itulah sesuatu melayang dari dalam sarung bantal. Sebuah catatan harian! Adikku memungutnya. Dengan alasan tertarik dia menyimpannya dan ingin membacanya sampai tuntas sebelum Kak Icha kembali.
Keingintahuan inilah yang menjadi awal petaka di rumah kami. Ternyata kisah yang selama ini diceritakan padaku adalah kisahnya sendiri. Dia meninggalkan ayahnya untuk mencari ibunya yang telah meninggalkannya sejak kecil. Dan dia telah menemukannya. Ibunya adalah mamaku!
Papa tidak bisa menerima semua ini. Walau mama sudah minta maaf, papa tetap merasa dibodohi oleh kebohongan mama selama ini. Sebelum menikah mama memang mengaku janda. Tapi tanpa anak. Kenapa sekarang muncul Kak Icha sebagai anak mama? Papa tetap tidak terima sekalipun mama mengaku terpaksa berbohong karena ingin menutup masa lalunya. Suami pertamanya cacat fisik setelah jatuh dalam sumur ketika memperbaikinya. Mama tidak sanggup hidup miskin dan mengurus suami yang sakit-sakitan.

Sejak itu rumah kami tidak lagi nyaman. Sehari-hari selalu terdengar teriakan papa. Papa jengkel pada mama dan kami ikut kena imbasnya. Kadang papa meradang tak karuan. Menendang ini, menendang itu. Mama sesekali juga balas berteriak. Kami – anak-anak – menjadi penonton yang tidak tahu harus berkomentar apa. Anehnya, walaupun semua keributan ini disebabkan adanya Kak Icha dalam keluarga kami, aku tetap merindukannya. Bukankah dia sudah berusaha menyembunyikan identitasnya selama ini. Atau aku rindu padanya karena kami bersaudara. Entahlah.
Tak sampai seminggu sejak kejadian itu, Kak Icha sudah kembali. Dia ingin lebaran bersama kami, katanya di telepon. Ketika turun dari ojek, di depan rumah kami, Kak Icha langsung melambai pada aku dan mama yang duduk di teras sore itu. Dia tersenyum seperti biasa. Aku gugup dan tidak balas melambai walau sangat ingin. Mama menjadi kaku seperti batu. Aku membayangkan mama akan memeluk Kak Icha dan minta maaf padanya. Waktu aku berpaling menatap mama, yang kudapati justru wajahnya semakin menegang seakan mau pitam.
“Assalaamualaikum, Bu…” Kak Icha mengulurkan tangannya. Ketika melihat mama bangkit, aku yakin mama akan memeluknya. Perkiraanku meleset. “Plak!” Mama menampar Kak Icha. Gadis itu meringis sambil memegangi pipinya. Aku terkejut hingga spontan menutup mulut.
“Kamu pikir kehadiranmu di sini akan membuat aku bahagia? Tidak Icha! Kamu hanya masa laluku yang sudah kukubur dalam-dalam. Kenapa kamu datang ke sini? Mau menghancurkan keluargaku? Sekarang pergi! Pergi…!”
Mama marah-marah, menyumpah-nyumpah. Kak Icha yang semula bingung mulai paham dengan keadaan. Sambil menangis dia memeluk kaki mama, “Ini Icha, Bu. Anak ibu! Setelah ini Icha akan pergi dari kehidupan ibu. Icha hanya ingin ibu datang saat…”
Belum selesai dia berkata-kata, mama menjambaknya. Mendorong tubuhnya ke halaman. Lalu masuk ke dalam dan kembali lagi dengan kardus berisi barang-barang Kak Icha. Sambil melemparkan diary Kak Icha, mama kembali berteriak, “Pergi dari sini. Ingat! Kamu hanyalah bagian dari masa laluku! Aku tidak ingin kamu datang lagi dan merusak kehidupanku. Kamu… kamu hanya anak seorang laki-laki miskin yang tidak bisa memberiku apa-apa!”
Aku hanya terdiam. Tidak menyangka mama akan berucap seperti itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sebelum pergi, Kak Icha meninggalkan sesuatu.
* * *
Satu tahun sudah berlalu. Mama dan papa tidak pernah akur lagi walau mereka juga tidak bercerai. Dan aku masih merindukan Kak Icha. Senyumnya, perhatian-perhatiannya padaku, juga kisah-kisah yang dulu sering dituturkan. Aku ingin Ramadan kali ini Kak Icha ada di sini. Tapi itu jelas tidak mungkin. Aku kembali memperhatikan undangan pernikahan yang ada di tanganku. Undangan ini ditinggalkan Kak Icha sewaktu mama mengusirnya. “Icha hanya ingin ibu datang pada hari pernikahan Icha…” Itu kalimat terakhir yang diucapkannya sebelum dia pergi. Dan mama benar-benar tak pernah datang. Mama benar-benar telah menghapus Kak Icha dari hidupnya.***
Zurnila Emhar Ch,
sedang belajar menulis
di Sekolah Menulis Paragraf.


Namun perasaan ragu selalu mendera hatiku. Akankah Adit punya perasaan yang sama denganku. Aku tidak mengenal baik Adit. Aku setahun lebih tua darinya. Status sosial keluargaku dan keluarga Adit bagaikan langit dan bumi. Ayah Adit seorang pengusaha sukses dan ibunya seorang guru. Sedangkan keluargaku adalah keluarga termiskin. Ayah tiada sejak aku masih kelas 1 SD. Ibuku kemudian berjualan kue-kue untuk menghidupi kami yang sehari hanya menghasilkan uang sekitar limabelasan ribu. Aku juga sering membantu menjualkan kue-kue ibuku ke sekolah. Namun semua itu belum cukup untuk membiayai ibu dan kami, empat bersaudara. Aku sendiri pernah diusir dari kelas karena belum membayar uang bulanan sekolah selama tiga bulan. Karena kondisi itu aku menjadi seorang yang pendiam dan rendah diri.
Kemarin tanpa sengaja aku bertemu dengan Doni ketika pulang sekolah. Doni adalah sahabat Adit sejak SD. Jika Adit adalah seorang yang pendiam, Doni seorang cowok yang supel. Hampir semua orang mengenalnya. Dengan senang hati Doni menawarkan boncengan motornya dan mengantarkanku sampai rumah. Di jalan Doni bercerita:
“Mbak, kemarin Adit cerita kalau dia sebenarnya naksir sama cewek di desa kita juga ini lho,” cerita Doni memanggilku dengan embel-embel Mbak, tradisi di desa kami untuk menghormati orang yang usianya lebih tua.
”Yang bener aja, Don? Emangnya siapa?” “Tak tahu juga mbak, Adit tak sebut nama,” “Iyakah? Tapi di desa kita ini ‘kan banyak ceweknya?”.
“Iya juga ya mbak, and….kira kira siapa ya? Hayooo siapa………..?”
“Ooi oi siapa dia oh siapa dia,” Doni malah menyanyi seperti pembawa acara Kuis Siapa Dia di TVRI waktu kami kecil dulu.
Aku hanya bisa tersenyum kecil, namun tak urung percakapan tadi membuat aku punya harapan. Tapi, ah tak mungkin masih banyak teman-temanku yang lebih pantas untuk dijatuhin cinta sama Adit. Meski kami satu sekolah tapi di sekolah pun aku hanya bisa menatap Adit dari jauh, ketika tanpa sengaja aku bertemu dengan Adit di kantin, di perpustakaan atau ketika sama-sama nonton pertandigan olahraga di lapangan sekolah, Adit tak pernah berusaha menyapaku. Kalau aku menyapa Adit duluan, tengsin ah. Aku masih berharap Adit yang memulainya.
Hari sudah beranjak sore, ketika kudengar suara sepeda motor berhenti di depan rumah. Segera kubuka pintu setelah terdengar ketukan. Ternyata Doni dan….Adit. Doni mau meminjam soal-soal ulangan umum sekolah. Kukernyitkan dahiku, aku heran, untuk apa bukankah dia lain sekolah denganku?.
“Ehm….tenang mbak, tenang. Bukan untuk aku ko, Mbak. Itu tu untuk Adit,” kata Doni seperti mengetahui keherananku. Kenapa sih tak mau bilang sendiri, toh udah di sini. Batinku agak kesal.
“Boleh kan Mbak, Mbak Tari yang baik…?” Aku melirik Adit yang hanya tersenyum tipis. Aku segera masuk rumah, dan mengambil lembaran soal-soal ulangan umum yang selalu kusimpan rapi tiap semesternya. Ketika kuberikan lembaran-lembaran itu, kubilang sama Doni agar nanti Adit yang mengembalikan sendiri. Doni hanya mengangguk.
****
Siang itu, ketika aku sedang ngobrol dengan temanku di halte, tiba-tiba …gedubrak….. terdengar suara seperti tabrakan. Kami terkejut, terlihat seorang pengendara motor yang nampak kesakitan jatuh terlempar beberapa senti dari motornya. Aku dan temanku segera menghampirinya. Orang-orang pun segera berhamburan menengoknya. Seketika jalan menjadi macet total. Beberapa orang segera mengangkat tubuh yang kesakitan itu ke halte. Kulihat darah keluar dari pelipis kanan dan siku tangan kanannya, dan ternyata dia adalah Adit. Namun tak lama polisi datang membubarkan kerumunan dan segera membawa Adit ke rumah sakit terdekat. Aku dan temanku menemaninya tanpa diminta.
Sesampainya di rumah sakit, Adit dibawa ke ruang gawat darurat. Polisi meminta sedikit informasi mengenai Adit. Aku mengatakan Adit adalah tetanggaku dan segera memberikan alamatnya. Polisi akan segera menghubungi pihak keluarga Adit. Lima menit kemudian temanku meminta pamit karena sudah terlambat pulang. Meski aku keberatan, kuanggukkan juga kepalaku.
Satu jam kemudian Adit di bawa ke ruang perawatan. Ruang itu terdiri dari empat tempat tidur ditata berjajar yang hanya dipisahkan oleh tirai putih. Adit mendapatkan tempat di dekat jendela. Kulihat Adit masih tertidur ketika perawat meninggalkan kami. Kamar ini hanya berisi aku dan Adit. Aku duduk di ranjang pasien sebelah tempat tidur Adit. Kutatap wajah Adit yang bagian pipinya masih lebam, pelipis dan tangannya dibalut perban, baju seragamnya telah berganti baju seragam rumah sakit. Kulirik jam tangan Adit, sudah hampir pukul 3 sore. Ke mana ya keluarga Adit, batinku. Aku turun dikursi dan kutelungkupkan kepalaku di ranjang. Di ruangan AC begini aku merasa ngantuk sekali.
Aku terkejut ketika perawat masuk membawakan obat untuk Adit, segera kuusap mukaku dan sedikit kurapikan rambutku. Kutengok Adit sudah terbangun, dan segera meminum obat yang dibawa perawat itu. Perawat kembali pergi setelah kuucapkan terimakasih kepadanya. Kami sama-sama saling terdiam tak tahu harus berkata apa. Beberapa menit berlalu, kucoba memecahkan kekakuan ini.
”Dit, gimana rasanya, apa sudah baikan?” tanyaku lirih, agak salah tingkah sambil kusandarkan badanku ke dinding jendela. “Lumayan Mbak, Mbak dari tadi nungguin aku ya?” tanya Adit lemah.
Aku hanya mengangguk. Kami sama sama terdiam lagi, meski aku sangat senang berada di sini bersama Adit, tapi rasanya lidah ini kaku untuk mengajaknya bicara.
“Oya, ke mana Ibu Adit ya, kok sampai sekarang belum datang juga. Tadi polisi menjemput ke rumahmu lho?” tanyaku sambil memainkan kakiku dengan sesekali menatap kepada Adit.
“Mungkin di rumah tak ada orang, Mbak. Ibu setiap hari ada jadwal kuliah. Biasanya sih pulang jam setengah enam. Adikku juga les bahasa Inggris. Paling Mbok Warti yang biasa bantu kami bersih-bersih rumah,” jawab Adit dengan lemah sambil memalingkan wajahnya sedikit ke arahku. Aku hanya bisa mengangguk-angguk dan kembali terdiam.
Ketika senja sudah beranjak pergi, kudengar langkah tergesa memasuki kamar. Ayah dan ibu Adit yang kelihatan sangat mencemaskan Adit, segera menghampirinya yang terbaring lemah. Baru setelah itu ibu menoleh kepadaku dan mengucapkan terima kasih. Tak lama berselang Doni datang dengan kecemasan juga, Doni tersenyum padaku sebelum menyapa Adit. Wah untung ada Doni, bisa minta tolong nganterin aku pulang. Aku sudah capek dan lapar, dan pasti ibu juga khawatir banget aku telat pulangnya. Segera kuberbisik pada Doni untuk mengantarku pulang. Dan ternyata Doni mengiyakannya. Aku segera berpamitan pada ayah ibu yang tak henti mengucapkan terimakasih kepadaku karena sudah menemani Adit, begitu juga Adit dengan diiringi senyum manisnya.
***
Seminggu berlalu sejak peristiwa kecelakaan itu, di suatu sore ketika aku sedang memarut kelapa di dapur bersama ibu, terdengar bunyi motor berhenti di depan rumah. Aku segera keluar setelah mendengar pintu rumahku diketuk. Adit, dia memberikan kue tart coklat yang cantik yang biasanya hanya bisa kutengok di etalase toko roti, sebagai rasa terimakasih dari keluarganya. Kata Adit, itu bikinan ibunya. Satu lagi, dia mengembalikan soal-soal ulangan umum yang dulu pernah dipinjamnya bersama Doni.
“Mbak ini sesuai janji Doni, kalau aku yang akan mengembalikannya sendiri,” kata Adit sambil menyodorkan soal-soal ulangan umum itu dan menatapku penuh arti. Aku salah tingkah, seumur-umur aku belum pernah ditatap orang seperti itu. Tatapan yang membuat aku besar kepala. Tapi Adit langsung berpamitan. Dan ketika akan kuletakkan kumpulan lembaran soal-soal itu sebuah kertas berlipat jatuh dari sela-selanya, mungkin punya Adit yang terselip di lembaran ini. Segera kuambil dan kubuka, kubaca tulisan di dalamnya

cintaku dan cintamu

Lelaki dan Rindu


Tempat ini kian gelap. Apakah sudah malam? Ah, tidak. Hari belum malam. Tapi, mengapa hitam demikian padu di depan mataku? Aku terus berjalan. Berlari. Anehnya aku masih merasa tetap di tempat.
“Doni, lupakanlah aku.” Tiba-tiba suara itu terdengar. Sayup, pelan sekali. Namun kupastikan aku bisa menerka siapa pemilik suara merdu itu.
Ela, kau Ela kan? Wahai kekasihku, di mana dirimu? Telah sekian lama aku menanti, telah sekian lama pula aku mencari. Kau tahu? Kerinduanku padamu telah menumpuk dalam gudang-gudang waktu. Belum sempat kukirim karena kau hilang begitu saja. Ela, kembalilah. Aku begitu ingin mendekapmu.”
“Sadarlah, Don. itu tak akan mungkin terjadi. Kita tak mungkin bisa bersama lagi.”
“Tapi mengapa, Ela? Mengapa? Apakah kau tak ingin kita kembali seperti dulu? Masih ingatkah, ketika matahari hampir terbenam, kita duduk di atas bebatuan. Menunggu kiriman gelombang dari laut, lalu kita membalasnya dengan sajak-sajak cinta. Menulisnya dengan kasih, dengan sayang. Tapi mengapa? Mengapa sekarang kau pergi? Kau pergi tanpa sepengetahuanku, Ela. Kau tinggalkan aku sendirian di sini. “
“Don, sudahlah. Jangan kau ungkit masa lalu. Lupakan saja. “
“Apa? Lupakan? Setelah hidup seluruhnya kuabadikan untuk menjagamu, nafasku hembuskan untuk tetap bisa menyebut namamu, pun kisah-kisah hanya bercerita bagaimana diriku bertambat di hatimu. Tidak, Ela, aku tak bisa.”
“Don, apa kau tidak tahu, aku tak akan bisa lagi di sampingmu, menyambung kembali benang kenangan kita, menyulamnya jadi harapan, jadi impian yang kau katakan. Tidak, itu tak mungkin. “
“Ela, lama sudah kita tak bersua. Namun rasa rindu masih saja bergelora. Dan seperti dulu, masih seperti dulu, aku menulis penantian dalam kekecewaan yang telah jadi kanvas, tempatku menulis gundah, melukis resah, tempat mendiskusikan segala keluh-kesah, memperdebatkan tentang sebuah pertanyaan, mengapa kita berpisah?”
“Don, cukup! Jangan kau lanjutkan.”
“Ela, di mana kau? Tunjukkanlah wujudmu agar aku bisa melihatnya. Aku begitu ingin mendekapmu, Ela. Aku begitu merinduimu. Kembalilah, Ela, kembalilah!”
Aku terbangun. Rupanya hanya mimpi. Bajuku basah karena keringat. Mengapa Ela tiba-tiba hadir di mimpiku? Ah, malam ini terasa begitu panjang.
Aku keluar dari kamar. Mencari whisky. Perlahan tapi pasti, kureguk minuman haram jadah itu. Aku menikmatinya. Senikmat seorang lelaki yang sedang bersenggama, melepaskan nafsu, mengadu birahi dalam dinginnya malam bersama seorang perempuan yang amat dikasihi atau seorang perempuan simpanan kalau tak ingin katakan pelacur.
Sudah dua botol whisky kuhabiskan. Dalam keadaan setengah mabuk, aku berjalan tanpa tujuan. Badanku terhuyung-huyung. Aku tersungkur. Jatuh. Terlentang di atas lantai. Aku ingin bangun. Tapi tak bisa. Mataku berkunang-kunang. Samar-samar, aku melihat seorang perempuan. Ia berpakaian warna putih. Wajahnya cantik, memiliki sepasang sayap yang indah. Bak bidadari, senyumannya sangat menawan. Kugosok-gosokkan mataku, “Ela?”
“Ya, Don. Aku Ela.”
“Ela, benarkah kau itu?” Ela, mendekatlah, Aku ingin memegang wajahmu.”
Ku coba berdiri. Tak bisa. Kepalaku terasa berat. Aku terus menggapai-gapai selendang putih yang dikenakan Ela di lehernya, pun tak bisa. “Sudahlah, Don. Saatnya kau menyadari bahwa aku sudah pergi.”
“Tidak, Ela. Aku mohon. Apakah tak ada lagi cinta untukku? “
“Don, jika kau tanyakan cinta, ya, aku masih mencintaimu. Tapi itu tak bisa aku jadikan alasan untuk bisa kembali padamu.”
“Ela, aku rindu. Sentuhan sajakmu yang selalu membelai mimpi malamku. Senandung lagumu yang membuat sunyi cemburu pada penantian di hari-hariku, juga suaramu yang telah mengisi imaji hingga kehampaan tak pernah bisa bertandang di benakku. Tapi, Ela, setelah kepergianmu, dan pencarianku pun tak berujung pertemuan, penantian tak menampakkan harapan, membuatku kehilangan Ela. Aku kehilangan. Di laut kenangan kita, aku mati. Terkubur dalam cerita-cerita yang berujung pada perpisahan. Pahamilah Ela, aku pun semakin rapuh bersama rumah rindu yang terus dihujani air mata.”
“Don, simpanlah semua cerita kita. Jadikan ia larik-larik puisi dan janganlah kau mati di dalamnya. Tetaplah jiwamu bergelora segelora puisi yang kau tulis tentang kita. Juga di laut, tempat kita berkirim doa dan harap pada Tuhan. Jangan kau lupakan itu. Tuhan telah memberikan kita kata, kata itu yang telah melahirkan huruf-huruf cinta, di dalamnya telah berhikayat perjalanan kembara kita yang berhasil merangkum rintang, luka, kecewa, air mata dan sengsara jadi kehidupan, jadi sejarah, jadi kita.”
“Tapi Ela, aku ingin menjalaninya bersamamu.” Suaraku makin sayu. Mungkin akibat minuman alkohol tadi. Lalu antara sadar dan tidak, kulihat Ela mendekat. Ingin kugapai, tak sampai. Aku kewalahan.
“Don, percayalah. Aku selalu di sampingmu. Aku tak akan menikam kepiluan, keperihan, juga menusuk jantungmu dengan kelu hingga biru. Aku tak mau kegetiran menyuling cinta kita jadi riwayat kesedihan diceruk impianmu yang berdarah. “
Dengan lamat-lamat, suara Ela menjauh. Semakin hilang. Meninggalkanku dalam sunyi. Sendiri.**

Humor Terlucu

Naik Taksakawati

Seorang murid SD bernama Naik Taksakawati, dilahirkan saat orang tuanya naik kereta Taksaka Jakarta Jogjakarta.Ditanya guru wali kelasnya, dalam acara perkenalan murid baru sebagai berikut:
Guru: Namamu siapa…?
Naik: Naik Taksakawati, panggilannya Naik aja
Guru: Nama yang bagus, boboknya sama orang tua apa sendiri..?
Naik: Sama orang tua, boboknya bertiga.
Guru: Bertiga…? Kamu di mana posisinya…?
Naik: Bapak….Naik….Mamak.
Guru: Wow….wow…wow….
Diskriminasi

Di sekolah SD 03 kelas 2 Langkap Buniayu, dan juga dekat sama si Shafri Hs Purwokerto ada 3 orang murid yang sedang ditanya oleh bapak gurunya, tentang cerita saat liburan mid.
Guru: Salman, ke mana kamu waktu libur…?
Salman: Saya main sepakbola sama Rio
Guru: Bagus, tulis di bukumu kata sepak.Kamu Rio liburan..?
Rio: Main sepakbola sama Salman
Guru: Kamu tulis di bukumu, kata bola sekarang. Ryan kamu.?
Ryan: Libur mau main sepakbola sama Salman dan Rio.Tapi kok enggak boleh kata mereka berdua saya anak orang miskin
Guru: Wah.wah itu namanya diskrimasi anak miskin, sekarang kamu tulis …
Ye…….
Suatu hari yang panas, seorang anak bernama Cipluk yang tampak girang menanti janji sang kakak yang sedang menunggu untuk menjmput pulang adik tersayangnya.
Adik : Hore….hore….kakak jadi beli mainan buat adik kan ?”
Kakak: Iya kalo ulangan adik salahnya sedikit aja
Adik: Nah…sekarang adik belikan mainan dulu
Kakak: Ah rahasia anak kecil dunk
Kakak: Ya udah…tapi kakak ga suka kalo adik bohong lho
Adik: Suer kak, Cipluk ga bohong kok
Beberapa saat setelah mambayar untuk mainan adik.
Kakak: Emang adik ulangan apa tadi?

Penemu Radio
Guru bertanya sama murid muridnya di kelas 11 IPA 1 SMAN 1 Bumiayu Brebes 52273.
Guru: Lina, siapa yang menemukan radio…?
Lina: Paijo anak 11 IPS 4
Guru: Paijo..?
Lina: Iya, dia bilang kemarin menemukan radio di stasiun KA
Guru:……??????????????….***
Siswa Baik Hati
Mendengar salah satu muridnya kena todong waktu naik angkot ke-marin, Guru Wali kelas memanggil si murid untuk bertanya:
Guru: Benar kamu kemarin di todong dalam angkot..?
Lina: Benar Pak Guru
Guru: Benar kamu diancam pakai pisau, dan dirampas tasmu..?
Lina: Iya Pak, tapi tasnya bukan dirampas. Tapi saya kasihkan
Guru: Sengaja dikasihkan sama penodong..?
Lina: Iya Pak, isinya cuma soal tes UAS, tissu kotor, ada buku coret coretan, pinsil patah, pulpen udah tidak bisa dipakai. Udah tidak dipakai lagi sama saya, ya buat kado mereka saja.
Guru:…Murid pintar…..***
Kubu
Suatu ketika ada tawuran antar sekolah, di kubu timur dan di kubu barat.
Di kubu timur di pimpin oleh Ariel Sukaesih sedangkan di kubu barat di pimpin oleh Olie Sangkuriank.
Awal cerita, kubu timur menyerang si kubu barat dan setelah kedua kubu itu berdekatan, lalu ………
lalu ……….
lalu ……….
lalu ……….
lalu mereka saling berjabat tangan dan saling meminta ma‘af.
(minal aidzin wal faidzin, maafkan lahir dan batin).***
Hayam Wuruk
Suatu hari di sebuah kelas sedang pelajaran sejarah dan seorang guru melakukan tanya jawab terhadap salah seorang muridnya.
Guru: Budi, di mana Hayam Wuruk diberi mahkota?
Budi: Di kepala, pak!
Guru: Iya di kepala, tapi di mana ia mendapatkannya?
Budi: di rumahnya pak!
Guru: iya, tapi rumahnya di mana?
Budi: Gak tau pak, soalnya saya gak kenal sama dia
Guru: Saya kayaknya bakal ajak kamu ke rumah Hayam Wuruk biar kamu dijitakin sama dia!!!!!!!!!***
Cara Berpikir
Pada suatu hari seorang guru bertanya pada muridnya,
Ibu guru: Dino, coba kamu jawab pertanyaan ibu ini!!
Dino: Iya, bu!
Ibu Guru: Bila ada empat burung di pohon lalu ditembak oleh pemburu 1, tinggal berapa burung yang ada di atas pohon?
Dino: Tidak ada bu, karena burung yang lainnya pada terbang.
Ibu Guru: Salah!! Tapi saya suka cara berpikirmu Dino.
Dino: Sekarang Ibu yang saya beri pertanyaan. Apabila ada 3 cewek yang sedang makan es krim, cewek pertama memegang contong es, cewek kedua menjilat esnya, cewek ketiga mengulum esnya, cewek mana yang sudah kawin??
Ibu Guru: Cewek …
Nyontek
Selesai ujian akhir semester 3, si Ratih dan Anya dipanggil dosen walinya.
Dosen: Ratih, kamu pasti suka menyontek jawaban si Anya ya..
Ratih: Tidak Pak, suwer biar dilamar sama Dude Herlino.
Dosen: Ini contohnya, hotel terkenal di Jogja milik Kraton adalah Hotel Ambarukmo. Si Anya menjawab itu dan kamu juga.
Ratih: Ah semua orang juga tahu jawabannya.
Dosen: Dan ini soal terakhir ,si Anya tulis tidak tahu.kamu tulis jawabannya sebagai berikut si Anya saja tidak tahu, apalagi saya.
Ratih:….Iya Pak…..
Rambutan ???!!!
Tahun 2001 lalu adik saya yang bungsu masuk ke TK Aisiyah. Waktu itu ada perlombaan gambar tentang gambar pohon buah-buahan. Terbesit ide adikku untuk gambar pohon rambutan setelah selesai menggambar maka tiba waktunya untuk diwarnai gambar tersebut. Karena IQ-nya di atas rata-rata, adikku mewarnai buah rambutannya ada empat warna yaitu hijau, merah, coklat dan hitam. Ada seorang Guru bertanya kepada adikku…
Bu Guru: Kenapa warna rambutannya ada 4 hijau, merah, coklat dan hitam?
Ade (sambil berdiri dan tangan kiri tolak pinggang & tangan kanan sambil nunjuk warna buah rambutan yang ada di …


Tolong Kembalikan….
Persiapan UN 2008 diterangkan oleh pihak sekolah pada hari itu di aula sekolah. Setelah satu jam berlangsung, murid mulai pergi satu per satu. Mereka bosan mendengarnya, tinggal 1 orang saja di aula.
Guru melihat lalu berkata, kepada murid tersebut.
Guru: Lina, kamu memang murid yang patuh.
Lina: Anu Pak….
Guru: Sudah jangan malu, mau bilang apa..?.
Lina: Saya mau pergi juga tadinya, tapi Bapak Guru pinjam pulpen saya. Tolong dikembalikan.
Perbedaan surat cinta antara anak IPS dengan anak IPA
Kalau ini surat cintanya anak IPS
Dengan hormat,
Hal : Penawaran Kesepakatan
Saya sangat gembira memberitahukan Anda bahwa saya telah jatuh cinta kepada Anda terhitung tanggal 17 April 2008.
Berdasarkan rapat keluarga kami tanggal 15 Mei lalu pukul 19.00 WIB, saya berketetapan hati untuk menawarkan diri sebagai kekasih Anda yang prospektif.
Hubungan cinta kita akan menjalin masa percobaan minimal 3 bulan sebelum memasuki tahap permanen.
Tentu saja, setelah masa percobaan usai, akan diadakan terlebih dahulu on the job training secara intensif dan berkelanjutan. Dan kemudian, setiap tiga bulan selanjutnya akan diadakan juga evaluasi performa kerja …

Beberapa Efek Buruk bagi Pengguna BlackBerry
Belakangan diketahui bahwa Black Berry ternyata memberi efek buruk bagi pemakainya. Berikut adalah akibat-akibatnya antara lain:
1. Rela disuruh antri, semakin panjang semakin tenang, gak menunjukkan gejala kekesalan sama sekali.
2. Yang tadinya ngedumel saat macet, sekarang tenaaaaang.
3. Berharap kena lampu merah berulang-ulang. Kalo lampu berubah jadi ijo malah kesel. Tetep nekad jawabin email/chatting.
4. Sering diklaksonin orang lain, sampe disaranin pasang stiker di belakang mobil “harap sabar, BlackBerry user”.
5. Waktu BAB jadi tambah lama. Padahal isinya udah kosong tapi tetep aja nongkrong.
6. Tidur miring nungguin pasangan sambil BB di tangan. Kejar target …

Faktor-Faktor Makro yang Menyebabkan Anak Malas Belajar

Bulan-bulan tertentu menjelang Ebtanas dan UMPTN, setiap tahun, adalah musimnya orangtua mengkonsultasikan anak-anaknya untuk tes bakat pada psikolog. Persoalan orangtua (belum tentu persoalan anak juga) adalah bahwa anaknya, walaupun sudah kelas 3 SMU, belum jelas mau memilih jurusan apa di perguruan tinggi. Karena takut bahwa anaknya gagal di tengah jalan, maka orangtua pun mengkonsultasikan anaknya kepada psikolog.
Sementara itu, dari pengamatan saya di ruang praktek, di pihak anaknya sendiri kurang nampak ada urgensi pada permasalahan yang sedang dihadapinya. Rata-rata anak memang ingin lulus UMPTN di Universitas-universitas favorit (UI, ITB), tetapi tidak terbayangkan betapa ketatnya persaingan yang harus dihadapinya1. Kalau tidak lulus UMPTN, pilihan untuk PTS (Perguruan Tinggi Swasta) masih banyak. Kalau tidak diterima di Trisakti atau Atmajaya, masih banyak PTS yang lain. Bagi yang orangtuanya mampu, kuliah di luar negeri2 bahkan lebih banyak lagi peluangnya.
Tidak adanya perasaan urgensi (kegawatan) lebih nampak lagi pada hampir-hampir tidak adanya persiapan yang serius. Kebanyakan anak tidak mempunyai kebiasaan belajar yang teratur, tidak mempunyai catatan pelajaran yang lengkap, tidak membuat PR, sering membolos (dari sekolah maupun dari les), seringkali lebih mengharapkan bocoran soal ulangan/ujian atau menyontek untuk mendapat nilai yang bagus.
Di sisi lain, cita-cita mereka (yang karena kurang baiknya hubungan anak-orangtua, sering dianggap tidak jelas) adalah sekolah bisnis (MBA). Dalam bayangan mereka, MBA berarti menjadi direktur atau manajer, kerja di kantor yang mentereng, memakai dasi atau blazer dan pergi-pulang kantor mengendarai mobil sendiri. Hampir-hampir tidak terbayangkan oleh mereka proses panjang yang harus dilakukan dari jenjang yang paling bawah untuk mencapai posisi manajer atau direktur tsb.
Sikap "jalan pintas" ini bukan hanya menyebabkan motivasi belajar yang sangat kurang, melainkan juga menyebabkan timbulnya gaya hidup yang mau banyak senang, tetapi sedikit usaha, untuk masa sepanjang hidup mereka. Dengan perkataan lain, anak-anak ini selamanya akan hidup di alam mimpi yang sangat rawan frustrasi dan akibat dari frustrasi ini bisa timbul banyak masalah lain3.
Teori Brofenbrenner
Untuk memahami mengapa anak-anak bersikap jalan pintas sehingga malas belajar (banyak yang sejak SD), dan untuk membantu orangtua mencari cara pencegahan serta jalan keluarnya, saya mengajak anda sekalian untuk mengkaji sebuah teori yang dikemukakan oleh Brofenbrenner4.
Teori Brofenbrenner yang berparadigma lingkungan (ekologi) ini menyatakan bahwa perilaku seseorang (termasuk perilaku malas belajar pada anak) tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di luarnya.
Adapun lingkungan di luar diri orang (dalam makalah ini selanjutnya akan difokuskan pada anak atau siswa SD-SLTA) oleh Brofenbrenner di bagi dalam beberapa lingkaran yang berlapis-lapis (lihat diagram**):
1. Lingkaran pertama adalah yang paling dekat dengan pribadi anak, yaitu lingkaran sistem mikro yang terdiri dari keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga, rumah, tempat bermain dan sebagainya yang sehari-hari ditemui oleh anak.
2. Lingkaran kedua adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro (hubungan orangtua-guru, orangtua-teman, antar teman, guru-teman dsb.) yang dinamakannya sistem meso.
3. Di luar sistem mikro dan meso, ada lingkaran ketiga yang disebut sistem exo, yaitu lingkaran lebih luar lagi, yang tidak langsung menyentuh pribadi anak, akan tetapi masih besar pengaruhnya, seperti keluarga besar, polisi, POMG, dokter, koran, televisi dsb.
4. Akhirnya, lingkaran yang paling luar adalah sistem makro, yang terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat, budaya dsb.
Makalah ini, dengan mengikuti teori Brofenbrenner tersebut di atas, akan menguraikan bagaimana sistem makro yang terjadi di dunia dan Indonesia, melalui sistem-sistem lain yang lebih kecil (exo, meso dan mikro) berpengaruh pada kepribadian dan perilaku anak, termasuk perilaku malas belajar yang sedang kita biacarakan ini.
Sistem Makro
Kiranya hampir semua orangtua dan pendidik (dan semua orang juga) merasakan bahwa jaman sekarang ini terlalu banyak sekali perubahan. Para orangtua dari generasi "Tembang Kenangan" tidak bisa mengerti, apalagi menikmati, lagu-lagu favorit anak-anak mereka yang dibawakan oleh Dewa atau Westlife group. Bahkan generasi yang remaja di tahun 1980-an (generasi Stevie Wonder, Lionel Richie) juga sulit menerima lagu-lagu sekarang. Sulitnya, di kalangan generasi muda sendiri juga terdapat banyak versi musik (rap, reggae, house, salsa dsb.) yang masing-masing punya penggemar masing-masing. Di sisi lain musik-musik tradisional seperti keromcong dan gending Jawa, juga mengalami perubahan versi sehingga muncul musik campur-sari yang sekarang sedang populer di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk generasi mudanya. Sementara itu, musik dangdut, yang tadinya monopoli masyarakat lapis bawah, justru berkembang menjadi lebih universal dengan mulai memasuki dunia kelas menengah atas.
Perubahan-perubahan yang drastis dan sekaligus banyak ini juga terjadi pada bidang-bidang lain. Wayang orang dan wayang kulit yang saya gemari di masa kecil dan merupakan kegemaran juga dari ayah saya dan nenek-moyang saya, sekarang praktis tidak mempunyai lahan hidup lagi. Modifikasi dari kesenian tradisional (wayang kulit berbahasa Indonesia dan berdurasi hanya 2 jam diselingi musik dang dut, atau ketoprak humor), hanya bisa mengembangkan penggemarnya sendiri tanpa bisa mengangkat kembali kesenian tradisional sebagai mana bentuk aslinya.
Dalam setiap sektor kehidupan yang lain pun terdapat perubahan yang cepat. Karena itu jangan heran jika istilah-istilah "prokem" di jaman tahun 1980-an sudah tidak dimengerti lagi oleh anak-anak "gaul" angkatan 1990-an yang punya gaya bahasa "funky" tersendiri. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangannya adalah yang paling cepat. Anak SD sekarang sudah terampil menggunakan komputer, sedangkan eyang-eyang mereka menggunakan HP saja masih sering salah pencet. Video Betamax yang sangat modern di tahun 1980-an, sekarang sudah menjadi barang musium dengan adanya VCD (Video Digital Disc) dan yang terbaru DVD (Digital Video Disc; yang sebentar lagi pasti akan usang juga).
Dampak dari perubahan cepat ini sangat dahsyat sekali. Jika dalam bidang sosial budaya kita hanya mengamati kekacauan yang sulit dimengerti, dalam politik, perkembangan dan perubahan yang teramat sangat cepat ini telah meruntuhkan beberapa negara (Rusia, Yugoslavia), setidak-tidaknya telah menimbulkan banyak konflik yang menggoyangkan stabilitas dalam negeri dan menelan banyak korban harta dan jiwa (seperti yang sedang terjadi di Indonesia).
Para ilmuwan, setelah menganilis situasi yang dahsyat di seluruh dunia tsb. di atas, menyimpulkan bahwa saat ini kita sedang memasuki era Postmodernism (disingkat: Posmo)5 . Menurut para pemikir Posmo, jaman sekarang kira-kira sama dahsyatnya dengan jaman revolusi industri (ditemukannya mesin uap, listrik, mesiu dsb.) di akhir abad XIX yang juga berdampak berbagai peperangan, revolusi (perancis, Rusia), depresi ekonomi, kemerdekaan berbagai negara kolonial, penyakit menular dsb. yang kemudian kita kenal sebagai jaman modern. Perbedaan antara jaman modern dengan jaman sebelumnya adalah bahwa kendali kekuasaan (dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik) beralih ke tangan-tangan pemilik modal, pekerja, pemikir dsb., dari penguasa sebelumnya yaitu para raja, bangsawan, tuan tanah dsb. Dalam bidang musik misalnya, supremasi Beethoven sudah diambil alih oleh Elvis Presley, sedangkan kekuasaan Paus di Roma sudah tersaingi oleh berbagai versi agama Kristen lain yang tersebar di seluruh dunia (termasuk versi Katolik Roma di Philipina, misalnya). Di Jawa, misalnya, pusat kebudayaan di Kraton Mataram6, segera beralih ke Ismail Marzuki dan Chaeril Anwar setelah revolusi kemerdekaan. Dalam politik, ideologi yang berdasarkan feodalisme beralih ke ideologi komunisme (revolusi Rusia) atau liberalisme (revolusi kemerdekaan Amerika Serikat). Tetapi di zaman tradisional maupun di zaman modern, masih terasa adanya pusat-pusat kekuasaan, yang oleh manusia (dari sudut pandang psikologi) sangat diperlukan sebagai patokan atau pedoman hidup, sebagai tolok ukur untuk menilai mana yang benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelek.
Di dalam politik, misalnya, sampai dengan awal tahun 1990-an masih ada dua kekuatan utama di dunia (super powers) yaitu blok Barat (AS dan Eropa Barat) dan blok Timur. Upaya negara-negara dunia ke-3 untuk membangun KTT Non-Blok tidak banyak artinya, karena anggota-anggotanya tetap saja terpecah antara yang condong ke Blok Barat dan Blok Timur.
Tetapi di jaman Posmo ini, tidak ada lagi pusat-pusat kekuasaan seperti itu. Tidak ada tokoh, aliran, partai politik, ideologi, dan sebagainya yang mampu menonjol atau dominan dalam waktu yang cukup lama. Semua orang, aliran, ideologi dsb. bisa bisa timbul-tenggelam setiap saat. Bahkan agama pun, yang merupakan pranata yang paling konservatif, berubah-ubah dengan cepat sekali dengan timbul-tenggelamnya berbagai aliran, sekte dan bahkan agama-agama baru. Maka dapat dimengerti bahwa masyarakat awam di lapis bawah akan terperangkap dalam kebingungan-kebingungan karena hampir tidak ada tolok ukur yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Sistem Exo
Pengaruh Posmo pada sistem exo dapat dilihat dan dirasakan dengan perubahan drastis dalam berbagai pranata sosial, politik dan ekonomi. Di Indonesia kita dapat menyimaknya dalam berbagai gejala seperti berubahnya fungsi Polri dari aparat pertahanan dan keamanan menjadi fungsi keamanan, ketertiban dan penegakkan hukum (karena itu Polri keluar dari ABRI). Dalam bidang perekonomian, pemerintah kehilangan kendalinya terhadap sistem moneter, karena begitu banyaknya yang bisa ikut bermain dalam sistem moneter, sehingga nilai valuta asing menjadi sangat fluktuatif. Dalam bidang pendidikan, sistem pendidikan nasional, yang tadinya seragam untuk seluruh Indonesia, makin bervariasi dengan banyaknya sekolah yang berorientasi pada bermacam-macam agama, sekolah yang bekerja sama dengan luar negeri, sekolah-sekolah alternatif yang dikelola LSM dan sebagainya, sementara di tingkat perguruan tinggi berkembang terus-menerus berbagai gelar baru (bahkan ada gelar-gelar palsu) dan peraturan-peraturan Depdiknas pun berubah-ubah setiap saat.
Di bidang media massa dan sarana komunikasi dan perhubungan, terdapat makin banyak alternatif. Jika di tahun 1960-an hanya ada radio dan telpon yang diputar dengan tangan dan hubungan ke luar Jawa sangat langka dan lama, sekarang sudah tersedia berbagai alternatif seperti televisi fax (dari satu stasiun saja di tahun 1963, menjadi puluhan stasiun dengan sarana satelit), HP, internet, fax, bus antar propinsi (dari Banda Aceh sampai Kupang), pesawat udara (sehingga Jakarta-Jayapura hanya beberapa jam saja) dsb., sehingga hampir tidak ada lagi daerah yang masih terisolir seperti Kabupaten Lebak di zaman Max Havelaar.
Dalam bidang kehidupan berkeluarga, sistem kekerabatan (keluarga besar) sudah makin ditinggalkan orang dan beralih ke pada sistem keluarga inti. Bahkan akhir-akhir ini sudah banyak orang yang memilih untuk tidak menikah (single family) atau menjadi orangtua tunggal (single parent family). Rata-rata usia menikah makin meningkat (di kalangan menengah-ke atas sudah mencapai 26 tahun dan 30 tahun bagi wanita dan pria). Psangan nikah pun ditentukan sendiri oleh anak, bukan orangtua. Upacara-upacara perkawinan masih dilakukan secara tradisional, tetapi hanya simbolik saja, karena upacara-upacara itu sama sekali tidak mencerminkan kehidupan yang sesungguhnya dari pasangan yang bersangkutan (uoacaranya berbahasa Jawa, padahal pengantin sama sekali tidak mengerti bahasa Jawa, bahkan sangat boleh jadi psangan sudah berhubungan seks jauh sebelum upacara adat yang disakralkan itu).
Sistem Meso dan Mikro
Yang dimaksud dengan sistem Mikro adalah orang-orang yang terdekat dengan anak dan setiap hari berhubungan dengan anak (ayah-ibu, kakak-adik, oom, tante, opa, pembantu, supir, teman sekolah, guru dsb.), maupun tempat-tempat di mana anak sehari-hari berada (rumah, lingkungan tetangga, kebun, sekolah, kota dsb.). Interaksi antara unsur-unsur dalam sistem Mikro tersebut dinamakan sistem Meso.
Sehubungan dengan berkembangnya Posmo (yang oleh Alvin Toffler dinamakan "The Third Wave" QUOTATION), maka sistem Mikro dan Meso anak juga akan berubah drastis. Orangtua, guru, guru ngaji, orangtuanya teman-teman, apalagi televisi, tidak lagi satu bahasa dan seia-sekata dalam mendidik anak-anak. Di masa lalu, setiap ucapan orangtua hampir selalu konsisten dengan arahan guru di sekolah atau omongan orang-orang di surau atau di pasar. Tetapi sekarang apa yang dikatakan orangtua sangat berbeda dengan yang ditayangkan di TV, atau dengan omongan orangtuanya teman, atau nasihat ibu guru. Bahkan antara ayah dan ibu saja sering tidak sepaham, karena ibu-ibu jaman sekarang sudah sadar jender, punya penghasilan sendiri (bahkan kadang-kadang lebih besar dari suaminya), jadi merasa berhak juga untuk memutuskan dalam lingkungan rumah tangga.
Buat orangtua sendiri, yang dirasakan adalah bahwa anak tidak lagi hanya mendengarkan orangtua sendiri. Anak makin sering membantah, bahkan melawan orangtua, karena ia melihat banyak contoh di luar yang tidak sama dengan apa yang dikatakan orangtuanya. Jika anak dilarang menyetir pad usia 14 tahun, ia segera bisa menunjuk anak lain yang diijinkan nyetir sejak SD; jika anak disuruh sholat, ia segera mengacu pada Pak De-nya yang tidak sholat. jika ia dilarang pulang malam, ia malah pulang pagi, karena semua temannya mengajaknya ke disko atau ke kafe.
Anak
Sementara itu, anak sendiri tetap saja anak seperti sejak jaman dahulu kala. Semasa kecil anak-anak membentuk kepribadiannya melalui masukan dari lingkungan primernya (keluarga). Sampai usia 5-8 tahun ia masih menerima masukan-masukan (tahap formative). Menjelang remaja (usia ABG) ia mulai memberontak dan mencari jati dirinya dan akan makin menajam ketika ia remaja (makin sulit diatur) sehingga masa ini sering dinamakan masa pancaroba.
Masa pancaroba ini pada hakikatnya merupakan tahap akhir sebelum anak memasuki usia dewasa yang matang dan bertanggung jawab, karena ia sudah mengetahui tolok ukur yang harus diikuti dan mampu menetapkan sendiri mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk dan mana yang indah dan jelek.
Tetapi masa pancaroba dalam diri individu itu akan lebih sulit mencapai kemantapan dan kematangan jika kondisi di dunia luar juga pancaroba terus, seperti halnya di era Posmo ini. Dampaknya adalah timbulnya generasi remaja dan dewasa muda yang terus berpancaroba sampai dewasa. Generasi inilah yang saya temui di ruang praktek dengan kebingungan memilih jurusan yang mana, bimbang karena pacarnya tidak disetujui orangtua, kehabisan akal karena hamil di luar nikah atau karena tidak bisa keluar dari kebiasaan menyalah gunakan Narkoba.
Perubahan Paradigma
Menghadapi era Posmo yang serba tidak jelas ini, kesalahan paling besar, tetapi yang justru paling sering dilakukan, adalah mendidik anak berdasarkan tradisi lama dan tanpa alternatif. Artinya, semua yang diajarkan oleh orangtua mutlak harus diikuti, orangtua penya hak dan kekuasaan atas anak, anak harus berbakti kepada orangtua dsb. Di sekolah para guru pun masih sering berpatokan pada pepatah "guru adalah digugu/dipatuhi dan ditiru), sehingga benar atau salah guru harus selaludipatuhi. Demikian pula dalam bidang agama, bahkan politik (masing-masing elit politik dan kelompok mahasiswa merasa dialah yang paling benar).
Jika dihadapakan terus-menerus dengan pendekatan otoriiter, maka anak-anak yang sedangserba kebingungan akan makin bingung sehingga makin tidak percaya diri, atau justru makin memberontak dan menjadi pelanggar hukum. Karena itu dalam era sistem Makro yang diwaranai oleh Posmo ini, pendidikan pada anak harus berorientasi pada pengembangan kemampuan anak untuk membuat penilaian dan keputusan (judgement) sendiri secara tepat dan cepat. Dengan perkataan lain, anak harus dididik untuk menilai sendiri yang mana yang benar/salah, baik/tidak baik atau indah/jelek dan atas dasar itu ia memutuskan perbuatan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri. Anak yang dididik untuk selalu mentaati perintah orangtua, dalam pemberrontakannya akan mencari orang lain atau pihak lain (dalam sistem Mikro-nya) yang bisa dijadikannya acuan baru dan selanjutnya ia akan mentaati saja ajakan atau arahan orang lain itu (yang sangat boleh jadi justru menjerumuskan).
Penutup
Harus diakui bahwa menjadi orangtua atau pendidik jaman sekarang sangat sulit. Pertama, karena kebanyakan orantua belum pernah mengalami situasi seperti sekarang ini di masa kecilnya; kedua, karena mereka cenderung meniru saja cara-cara mendidik yang dilakukan oleh orangtua atau senior merekasendiri di masa lalu; dan yang ketiga, memang sangat sulit untuk mengubah pola pikir seseorang dari pola pikir tradisional dan pola pikir alternatif sesuai dengan tuntutan jaman sekarang.
Tetapi bagaimana pun berat dan sulitnya, upaya itu harus dilakukan, karena kalau tidak maka kita akan menjerumuskan generasi muda kita dalam kesulitan yang lebih besar.
Catatan kaki
* Dibacakan pada seminar "Mengatasi Malas Belajar Pada anak", diselenggarakan oleh POMDA FPsi UI, Jakarta 5 Mei 2001.
1 Hasil UMPTN UI tahun 2000 menunjukkan bahwa daya tampung program -program studi IPA = 5% (FK = 3,5%; Geografi 15%), sedangkan IPS hanya 1,5% (Hubungan Internasional = 0,8%; Psikologi = 3,5%; Sastra Inggris = 1,5%; Sastra Jawa = 16%).
2 Sebelum Krismon favorit adalah AS dan Inggris, sekarang Australia.
3 Perwujudan frustrasi bisa berbentuk agresivitas pada lingkungan (keluarga, atasan, system, pemerintah, bahkan lingkungan alam), agresivitas pada diri sendiri (depresi, menyalahkan diri sendiri, perasaan berdosa, bunuh diri) atau pelarian dari kenyataan (menganut fanatisme agama atau aliran golongan yang sempit atau narkoba).
4 Brofenbrenner, U. 1979: The Ecology of Human Development, Cambridge, MA: Harvard University Press.
** Gambar 1: Skema pengaruh lingkungan pada perilaku anak (Model Ekologi dari Brofenbrenner, 1979).

Faktor-Faktor Makro yang Menyebabkan Anak Malas Belajar

Bulan-bulan tertentu menjelang Ebtanas dan UMPTN, setiap tahun, adalah musimnya orangtua mengkonsultasikan anak-anaknya untuk tes bakat pada psikolog. Persoalan orangtua (belum tentu persoalan anak juga) adalah bahwa anaknya, walaupun sudah kelas 3 SMU, belum jelas mau memilih jurusan apa di perguruan tinggi. Karena takut bahwa anaknya gagal di tengah jalan, maka orangtua pun mengkonsultasikan anaknya kepada psikolog.
Sementara itu, dari pengamatan saya di ruang praktek, di pihak anaknya sendiri kurang nampak ada urgensi pada permasalahan yang sedang dihadapinya. Rata-rata anak memang ingin lulus UMPTN di Universitas-universitas favorit (UI, ITB), tetapi tidak terbayangkan betapa ketatnya persaingan yang harus dihadapinya1. Kalau tidak lulus UMPTN, pilihan untuk PTS (Perguruan Tinggi Swasta) masih banyak. Kalau tidak diterima di Trisakti atau Atmajaya, masih banyak PTS yang lain. Bagi yang orangtuanya mampu, kuliah di luar negeri2 bahkan lebih banyak lagi peluangnya.
Tidak adanya perasaan urgensi (kegawatan) lebih nampak lagi pada hampir-hampir tidak adanya persiapan yang serius. Kebanyakan anak tidak mempunyai kebiasaan belajar yang teratur, tidak mempunyai catatan pelajaran yang lengkap, tidak membuat PR, sering membolos (dari sekolah maupun dari les), seringkali lebih mengharapkan bocoran soal ulangan/ujian atau menyontek untuk mendapat nilai yang bagus.
Di sisi lain, cita-cita mereka (yang karena kurang baiknya hubungan anak-orangtua, sering dianggap tidak jelas) adalah sekolah bisnis (MBA). Dalam bayangan mereka, MBA berarti menjadi direktur atau manajer, kerja di kantor yang mentereng, memakai dasi atau blazer dan pergi-pulang kantor mengendarai mobil sendiri. Hampir-hampir tidak terbayangkan oleh mereka proses panjang yang harus dilakukan dari jenjang yang paling bawah untuk mencapai posisi manajer atau direktur tsb.
Sikap "jalan pintas" ini bukan hanya menyebabkan motivasi belajar yang sangat kurang, melainkan juga menyebabkan timbulnya gaya hidup yang mau banyak senang, tetapi sedikit usaha, untuk masa sepanjang hidup mereka. Dengan perkataan lain, anak-anak ini selamanya akan hidup di alam mimpi yang sangat rawan frustrasi dan akibat dari frustrasi ini bisa timbul banyak masalah lain3.
Teori Brofenbrenner
Untuk memahami mengapa anak-anak bersikap jalan pintas sehingga malas belajar (banyak yang sejak SD), dan untuk membantu orangtua mencari cara pencegahan serta jalan keluarnya, saya mengajak anda sekalian untuk mengkaji sebuah teori yang dikemukakan oleh Brofenbrenner4.
Teori Brofenbrenner yang berparadigma lingkungan (ekologi) ini menyatakan bahwa perilaku seseorang (termasuk perilaku malas belajar pada anak) tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di luarnya.
Adapun lingkungan di luar diri orang (dalam makalah ini selanjutnya akan difokuskan pada anak atau siswa SD-SLTA) oleh Brofenbrenner di bagi dalam beberapa lingkaran yang berlapis-lapis (lihat diagram**):
1. Lingkaran pertama adalah yang paling dekat dengan pribadi anak, yaitu lingkaran sistem mikro yang terdiri dari keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga, rumah, tempat bermain dan sebagainya yang sehari-hari ditemui oleh anak.
2. Lingkaran kedua adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro (hubungan orangtua-guru, orangtua-teman, antar teman, guru-teman dsb.) yang dinamakannya sistem meso.
3. Di luar sistem mikro dan meso, ada lingkaran ketiga yang disebut sistem exo, yaitu lingkaran lebih luar lagi, yang tidak langsung menyentuh pribadi anak, akan tetapi masih besar pengaruhnya, seperti keluarga besar, polisi, POMG, dokter, koran, televisi dsb.
4. Akhirnya, lingkaran yang paling luar adalah sistem makro, yang terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat, budaya dsb.
Makalah ini, dengan mengikuti teori Brofenbrenner tersebut di atas, akan menguraikan bagaimana sistem makro yang terjadi di dunia dan Indonesia, melalui sistem-sistem lain yang lebih kecil (exo, meso dan mikro) berpengaruh pada kepribadian dan perilaku anak, termasuk perilaku malas belajar yang sedang kita biacarakan ini.
Sistem Makro
Kiranya hampir semua orangtua dan pendidik (dan semua orang juga) merasakan bahwa jaman sekarang ini terlalu banyak sekali perubahan. Para orangtua dari generasi "Tembang Kenangan" tidak bisa mengerti, apalagi menikmati, lagu-lagu favorit anak-anak mereka yang dibawakan oleh Dewa atau Westlife group. Bahkan generasi yang remaja di tahun 1980-an (generasi Stevie Wonder, Lionel Richie) juga sulit menerima lagu-lagu sekarang. Sulitnya, di kalangan generasi muda sendiri juga terdapat banyak versi musik (rap, reggae, house, salsa dsb.) yang masing-masing punya penggemar masing-masing. Di sisi lain musik-musik tradisional seperti keromcong dan gending Jawa, juga mengalami perubahan versi sehingga muncul musik campur-sari yang sekarang sedang populer di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk generasi mudanya. Sementara itu, musik dangdut, yang tadinya monopoli masyarakat lapis bawah, justru berkembang menjadi lebih universal dengan mulai memasuki dunia kelas menengah atas.
Perubahan-perubahan yang drastis dan sekaligus banyak ini juga terjadi pada bidang-bidang lain. Wayang orang dan wayang kulit yang saya gemari di masa kecil dan merupakan kegemaran juga dari ayah saya dan nenek-moyang saya, sekarang praktis tidak mempunyai lahan hidup lagi. Modifikasi dari kesenian tradisional (wayang kulit berbahasa Indonesia dan berdurasi hanya 2 jam diselingi musik dang dut, atau ketoprak humor), hanya bisa mengembangkan penggemarnya sendiri tanpa bisa mengangkat kembali kesenian tradisional sebagai mana bentuk aslinya.
Dalam setiap sektor kehidupan yang lain pun terdapat perubahan yang cepat. Karena itu jangan heran jika istilah-istilah "prokem" di jaman tahun 1980-an sudah tidak dimengerti lagi oleh anak-anak "gaul" angkatan 1990-an yang punya gaya bahasa "funky" tersendiri. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangannya adalah yang paling cepat. Anak SD sekarang sudah terampil menggunakan komputer, sedangkan eyang-eyang mereka menggunakan HP saja masih sering salah pencet. Video Betamax yang sangat modern di tahun 1980-an, sekarang sudah menjadi barang musium dengan adanya VCD (Video Digital Disc) dan yang terbaru DVD (Digital Video Disc; yang sebentar lagi pasti akan usang juga).
Dampak dari perubahan cepat ini sangat dahsyat sekali. Jika dalam bidang sosial budaya kita hanya mengamati kekacauan yang sulit dimengerti, dalam politik, perkembangan dan perubahan yang teramat sangat cepat ini telah meruntuhkan beberapa negara (Rusia, Yugoslavia), setidak-tidaknya telah menimbulkan banyak konflik yang menggoyangkan stabilitas dalam negeri dan menelan banyak korban harta dan jiwa (seperti yang sedang terjadi di Indonesia).
Para ilmuwan, setelah menganilis situasi yang dahsyat di seluruh dunia tsb. di atas, menyimpulkan bahwa saat ini kita sedang memasuki era Postmodernism (disingkat: Posmo)5 . Menurut para pemikir Posmo, jaman sekarang kira-kira sama dahsyatnya dengan jaman revolusi industri (ditemukannya mesin uap, listrik, mesiu dsb.) di akhir abad XIX yang juga berdampak berbagai peperangan, revolusi (perancis, Rusia), depresi ekonomi, kemerdekaan berbagai negara kolonial, penyakit menular dsb. yang kemudian kita kenal sebagai jaman modern. Perbedaan antara jaman modern dengan jaman sebelumnya adalah bahwa kendali kekuasaan (dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik) beralih ke tangan-tangan pemilik modal, pekerja, pemikir dsb., dari penguasa sebelumnya yaitu para raja, bangsawan, tuan tanah dsb. Dalam bidang musik misalnya, supremasi Beethoven sudah diambil alih oleh Elvis Presley, sedangkan kekuasaan Paus di Roma sudah tersaingi oleh berbagai versi agama Kristen lain yang tersebar di seluruh dunia (termasuk versi Katolik Roma di Philipina, misalnya). Di Jawa, misalnya, pusat kebudayaan di Kraton Mataram6, segera beralih ke Ismail Marzuki dan Chaeril Anwar setelah revolusi kemerdekaan. Dalam politik, ideologi yang berdasarkan feodalisme beralih ke ideologi komunisme (revolusi Rusia) atau liberalisme (revolusi kemerdekaan Amerika Serikat). Tetapi di zaman tradisional maupun di zaman modern, masih terasa adanya pusat-pusat kekuasaan, yang oleh manusia (dari sudut pandang psikologi) sangat diperlukan sebagai patokan atau pedoman hidup, sebagai tolok ukur untuk menilai mana yang benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelek.
Di dalam politik, misalnya, sampai dengan awal tahun 1990-an masih ada dua kekuatan utama di dunia (super powers) yaitu blok Barat (AS dan Eropa Barat) dan blok Timur. Upaya negara-negara dunia ke-3 untuk membangun KTT Non-Blok tidak banyak artinya, karena anggota-anggotanya tetap saja terpecah antara yang condong ke Blok Barat dan Blok Timur.
Tetapi di jaman Posmo ini, tidak ada lagi pusat-pusat kekuasaan seperti itu. Tidak ada tokoh, aliran, partai politik, ideologi, dan sebagainya yang mampu menonjol atau dominan dalam waktu yang cukup lama. Semua orang, aliran, ideologi dsb. bisa bisa timbul-tenggelam setiap saat. Bahkan agama pun, yang merupakan pranata yang paling konservatif, berubah-ubah dengan cepat sekali dengan timbul-tenggelamnya berbagai aliran, sekte dan bahkan agama-agama baru. Maka dapat dimengerti bahwa masyarakat awam di lapis bawah akan terperangkap dalam kebingungan-kebingungan karena hampir tidak ada tolok ukur yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Sistem Exo
Pengaruh Posmo pada sistem exo dapat dilihat dan dirasakan dengan perubahan drastis dalam berbagai pranata sosial, politik dan ekonomi. Di Indonesia kita dapat menyimaknya dalam berbagai gejala seperti berubahnya fungsi Polri dari aparat pertahanan dan keamanan menjadi fungsi keamanan, ketertiban dan penegakkan hukum (karena itu Polri keluar dari ABRI). Dalam bidang perekonomian, pemerintah kehilangan kendalinya terhadap sistem moneter, karena begitu banyaknya yang bisa ikut bermain dalam sistem moneter, sehingga nilai valuta asing menjadi sangat fluktuatif. Dalam bidang pendidikan, sistem pendidikan nasional, yang tadinya seragam untuk seluruh Indonesia, makin bervariasi dengan banyaknya sekolah yang berorientasi pada bermacam-macam agama, sekolah yang bekerja sama dengan luar negeri, sekolah-sekolah alternatif yang dikelola LSM dan sebagainya, sementara di tingkat perguruan tinggi berkembang terus-menerus berbagai gelar baru (bahkan ada gelar-gelar palsu) dan peraturan-peraturan Depdiknas pun berubah-ubah setiap saat.
Di bidang media massa dan sarana komunikasi dan perhubungan, terdapat makin banyak alternatif. Jika di tahun 1960-an hanya ada radio dan telpon yang diputar dengan tangan dan hubungan ke luar Jawa sangat langka dan lama, sekarang sudah tersedia berbagai alternatif seperti televisi fax (dari satu stasiun saja di tahun 1963, menjadi puluhan stasiun dengan sarana satelit), HP, internet, fax, bus antar propinsi (dari Banda Aceh sampai Kupang), pesawat udara (sehingga Jakarta-Jayapura hanya beberapa jam saja) dsb., sehingga hampir tidak ada lagi daerah yang masih terisolir seperti Kabupaten Lebak di zaman Max Havelaar.
Dalam bidang kehidupan berkeluarga, sistem kekerabatan (keluarga besar) sudah makin ditinggalkan orang dan beralih ke pada sistem keluarga inti. Bahkan akhir-akhir ini sudah banyak orang yang memilih untuk tidak menikah (single family) atau menjadi orangtua tunggal (single parent family). Rata-rata usia menikah makin meningkat (di kalangan menengah-ke atas sudah mencapai 26 tahun dan 30 tahun bagi wanita dan pria). Psangan nikah pun ditentukan sendiri oleh anak, bukan orangtua. Upacara-upacara perkawinan masih dilakukan secara tradisional, tetapi hanya simbolik saja, karena upacara-upacara itu sama sekali tidak mencerminkan kehidupan yang sesungguhnya dari pasangan yang bersangkutan (uoacaranya berbahasa Jawa, padahal pengantin sama sekali tidak mengerti bahasa Jawa, bahkan sangat boleh jadi psangan sudah berhubungan seks jauh sebelum upacara adat yang disakralkan itu).
Sistem Meso dan Mikro
Yang dimaksud dengan sistem Mikro adalah orang-orang yang terdekat dengan anak dan setiap hari berhubungan dengan anak (ayah-ibu, kakak-adik, oom, tante, opa, pembantu, supir, teman sekolah, guru dsb.), maupun tempat-tempat di mana anak sehari-hari berada (rumah, lingkungan tetangga, kebun, sekolah, kota dsb.). Interaksi antara unsur-unsur dalam sistem Mikro tersebut dinamakan sistem Meso.
Sehubungan dengan berkembangnya Posmo (yang oleh Alvin Toffler dinamakan "The Third Wave" QUOTATION), maka sistem Mikro dan Meso anak juga akan berubah drastis. Orangtua, guru, guru ngaji, orangtuanya teman-teman, apalagi televisi, tidak lagi satu bahasa dan seia-sekata dalam mendidik anak-anak. Di masa lalu, setiap ucapan orangtua hampir selalu konsisten dengan arahan guru di sekolah atau omongan orang-orang di surau atau di pasar. Tetapi sekarang apa yang dikatakan orangtua sangat berbeda dengan yang ditayangkan di TV, atau dengan omongan orangtuanya teman, atau nasihat ibu guru. Bahkan antara ayah dan ibu saja sering tidak sepaham, karena ibu-ibu jaman sekarang sudah sadar jender, punya penghasilan sendiri (bahkan kadang-kadang lebih besar dari suaminya), jadi merasa berhak juga untuk memutuskan dalam lingkungan rumah tangga.
Buat orangtua sendiri, yang dirasakan adalah bahwa anak tidak lagi hanya mendengarkan orangtua sendiri. Anak makin sering membantah, bahkan melawan orangtua, karena ia melihat banyak contoh di luar yang tidak sama dengan apa yang dikatakan orangtuanya. Jika anak dilarang menyetir pad usia 14 tahun, ia segera bisa menunjuk anak lain yang diijinkan nyetir sejak SD; jika anak disuruh sholat, ia segera mengacu pada Pak De-nya yang tidak sholat. jika ia dilarang pulang malam, ia malah pulang pagi, karena semua temannya mengajaknya ke disko atau ke kafe.
Anak
Sementara itu, anak sendiri tetap saja anak seperti sejak jaman dahulu kala. Semasa kecil anak-anak membentuk kepribadiannya melalui masukan dari lingkungan primernya (keluarga). Sampai usia 5-8 tahun ia masih menerima masukan-masukan (tahap formative). Menjelang remaja (usia ABG) ia mulai memberontak dan mencari jati dirinya dan akan makin menajam ketika ia remaja (makin sulit diatur) sehingga masa ini sering dinamakan masa pancaroba.
Masa pancaroba ini pada hakikatnya merupakan tahap akhir sebelum anak memasuki usia dewasa yang matang dan bertanggung jawab, karena ia sudah mengetahui tolok ukur yang harus diikuti dan mampu menetapkan sendiri mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk dan mana yang indah dan jelek.
Tetapi masa pancaroba dalam diri individu itu akan lebih sulit mencapai kemantapan dan kematangan jika kondisi di dunia luar juga pancaroba terus, seperti halnya di era Posmo ini. Dampaknya adalah timbulnya generasi remaja dan dewasa muda yang terus berpancaroba sampai dewasa. Generasi inilah yang saya temui di ruang praktek dengan kebingungan memilih jurusan yang mana, bimbang karena pacarnya tidak disetujui orangtua, kehabisan akal karena hamil di luar nikah atau karena tidak bisa keluar dari kebiasaan menyalah gunakan Narkoba.
Perubahan Paradigma
Menghadapi era Posmo yang serba tidak jelas ini, kesalahan paling besar, tetapi yang justru paling sering dilakukan, adalah mendidik anak berdasarkan tradisi lama dan tanpa alternatif. Artinya, semua yang diajarkan oleh orangtua mutlak harus diikuti, orangtua penya hak dan kekuasaan atas anak, anak harus berbakti kepada orangtua dsb. Di sekolah para guru pun masih sering berpatokan pada pepatah "guru adalah digugu/dipatuhi dan ditiru), sehingga benar atau salah guru harus selaludipatuhi. Demikian pula dalam bidang agama, bahkan politik (masing-masing elit politik dan kelompok mahasiswa merasa dialah yang paling benar).
Jika dihadapakan terus-menerus dengan pendekatan otoriiter, maka anak-anak yang sedangserba kebingungan akan makin bingung sehingga makin tidak percaya diri, atau justru makin memberontak dan menjadi pelanggar hukum. Karena itu dalam era sistem Makro yang diwaranai oleh Posmo ini, pendidikan pada anak harus berorientasi pada pengembangan kemampuan anak untuk membuat penilaian dan keputusan (judgement) sendiri secara tepat dan cepat. Dengan perkataan lain, anak harus dididik untuk menilai sendiri yang mana yang benar/salah, baik/tidak baik atau indah/jelek dan atas dasar itu ia memutuskan perbuatan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri. Anak yang dididik untuk selalu mentaati perintah orangtua, dalam pemberrontakannya akan mencari orang lain atau pihak lain (dalam sistem Mikro-nya) yang bisa dijadikannya acuan baru dan selanjutnya ia akan mentaati saja ajakan atau arahan orang lain itu (yang sangat boleh jadi justru menjerumuskan).
Penutup
Harus diakui bahwa menjadi orangtua atau pendidik jaman sekarang sangat sulit. Pertama, karena kebanyakan orantua belum pernah mengalami situasi seperti sekarang ini di masa kecilnya; kedua, karena mereka cenderung meniru saja cara-cara mendidik yang dilakukan oleh orangtua atau senior merekasendiri di masa lalu; dan yang ketiga, memang sangat sulit untuk mengubah pola pikir seseorang dari pola pikir tradisional dan pola pikir alternatif sesuai dengan tuntutan jaman sekarang.
Tetapi bagaimana pun berat dan sulitnya, upaya itu harus dilakukan, karena kalau tidak maka kita akan menjerumuskan generasi muda kita dalam kesulitan yang lebih besar.
Catatan kaki
* Dibacakan pada seminar "Mengatasi Malas Belajar Pada anak", diselenggarakan oleh POMDA FPsi UI, Jakarta 5 Mei 2001.
1 Hasil UMPTN UI tahun 2000 menunjukkan bahwa daya tampung program -program studi IPA = 5% (FK = 3,5%; Geografi 15%), sedangkan IPS hanya 1,5% (Hubungan Internasional = 0,8%; Psikologi = 3,5%; Sastra Inggris = 1,5%; Sastra Jawa = 16%).
2 Sebelum Krismon favorit adalah AS dan Inggris, sekarang Australia.
3 Perwujudan frustrasi bisa berbentuk agresivitas pada lingkungan (keluarga, atasan, system, pemerintah, bahkan lingkungan alam), agresivitas pada diri sendiri (depresi, menyalahkan diri sendiri, perasaan berdosa, bunuh diri) atau pelarian dari kenyataan (menganut fanatisme agama atau aliran golongan yang sempit atau narkoba).
4 Brofenbrenner, U. 1979: The Ecology of Human Development, Cambridge, MA: Harvard University Press.
** Gambar 1: Skema pengaruh lingkungan pada perilaku anak (Model Ekologi dari Brofenbrenner, 1979).

UNAS bagi pelajar

Mengapa UN dijadikan Sebagai Satu-satunya Standard Kelulusan?


Akhir-akhir ini banyak sekali kekacauan-kekacauan yang terjadi di dunia pendidikan khususnya tentang Ujian Nasianal. Hal ini dikarenakan UN dijadikan satu-satunya standard kelulusan dalam menempuh pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Sebenarnya sangatlah tidak adil apabila kelulusan hanya dutentukan dengan nilai Ujian Nasional karena bagaimanapun juga siswa telah menempuh pendidikan selama tiga tahun dengan berbagai mata pelajaran tetapi mengapa kelulusan ditentukan hanya dengan menempuh UN dengan tiga mata pelajaran dan nilai yang telah ditetapkan standard minimalnya. Bisa dikatakan belajar tiga tahun hanya di tempuh dalam tiga hari dengan tiga mata pelajaran.

Lalu apa gunanya siswa mempelajari ilmu pengetahuan yang begitu banyak seperti ilmu alam, ilmu sosial, ilmu moral dan sebagainya kalau semua itu tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kelulusan. Memang semua ilmu itu pasti berguna dalam kehidupan kita tetapi mengapa yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan kelulusan hanyalah tiga mata pelajaran dengan nilai minimal yang telah ditentukan.

Bila kita lihat pada UN tahun lalu banyak sekali siswa yang tidak lulus UN. Tidak sedikit siswa yang tidak lulus itu adalah siswa yang berprestasi hanya karena nilai UNnya yang jeblok tetapi pada sesungguhmya dia adalah anak yang rajin, berkepribadian baik bahkan berprestasi. Semua itu sama sekali tidak dijadikan bahan pertimbangan untuk kelulusan, hanya melihat nilai UN saja. Kalau nilainya tidak memenuhi standard maka dia sudah dinyatakan tidak lulus. Hal itu sangatlah tidak adil bagi mereka.

Seperti yang kita ketahui bahwa standard nilai kelulusan yang ditetapkan semakin tahun semakin meningkat. Mungkin hal ini menyebabkan siswa takut kalau nantinya dia tidak lulus. Bahkan ketakutan itu juga melanda para guru serta semua personil sekolah yang lain sehingga pada saat ini tidak jarang guru melakukan segala cara supaya siswanya bisa lulus dengan nilai yang baik walaupun cara yang digunakan kadang kurang baik atau kurang jujur seperti fakta-fakta yang telah terjadi saat ini.

Hal semacam itu menyababkan nilai UN tidak asli lagi, sehingga UN bukan lagi untuk mengukur kemampuan siswa melainkan hanya sebatas ujian yang dilakukann untuk memeperoleh kelulusan. Oleh sebab itu sangatlah tidak adil kalau UN dijadikan sebagai satu-satunya standard untuk menentukan kelulusan karena nilai UN pada saat ini sudah tidak asli lagi. Seharusnya dalam menentukan kelulusan juga harus diimbangi dengan pertimbangan prestasi dan sikap siswa pada saat menempuh pendidikan di sekolah selama tiga tahun.

Guruku, Penyelamatku

Guruku , Penyelamatku

Karya Chintya N




Aku adalah seorang anak yang kurang mampu. Orang tuaku hanya sebagai buruh. Terkadang aku hanya bisa makan sekali dalam sehari, kadang kami juga harus berpuasa lantaran nasi tak tersisa di tempat nasi. Setiap hari aku harus mengamen setelah aku menjadi buruh angkut di pasar dan menjual koran di trotoar-trotoar. Kehidupan ku sangat sederhana sekali. Lagipula aku dulunya seorang pendatang di kota ini sehingga aku tidak memiliki sanak saudara disini.
Sama halnya dengan anak-anak seusiaku, aku ingin sekolah namun biaya yang diperlukan untuk masuk sekolah pun sangat besar jadi aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Namun aku tidak putus asa. Aku mencari buku-buku loakan di pasar dan aku membelinya dengan upah menjual koran.
Setelah aku membelinya, aku membacanya dan asik sekali sehingga aku tak sadar menabrak seorang laki-laki yang berpakaian rapi.
“Maaf, saya tidak sengaja,”kataku dengan mencoba meraih bukuku yang terjatuh saat menabrak.
“Ini bukumu, maaf saya juga tidak memperhatikan jalan. Adik tidak apa-apa?”tanyanya dengan sangat ramah.
“Tidak apa-apa, ini buku saya, baru saja saya membelinya.”
“Oh begitu ya, adik tidak sekolah? Ini masih jam pelajaran sekolah loh?”
Aku ragu untuk menjawabnya sebab aku merasa asing dengan orang ini. Aku merasa tidak pantas membeberkan rahasia keluarga kepada orang yang baru dikenal.
“Maaf, adik tidak apa-apa? Saya mencurigakan ya dik? Saya adalah Tian. Kamu bisa memanggil saya Pak Tian. Saya adalah seorang guru. Tepatnya guru eksak di SDN 003 Sekayu.”
Hatiku berbisik. “Sungguhkah? Apa aku bisa belajar membaca dan menulis dari orang ini?”gumamku.
“Pak, saya tidak bersekolah lantaran ekonomi keluarga saya kurang mencukupi”.
“Benarkah?”tanyanya.
Kami hanya diam setelah pernyataanku tadi. Membisu .
“Begini dik, bapak mungkin hanya seorang guru namun saya bisa mengusahakan agar adik bisa sekolah asalkan adik mau untuk mengikuti beberapa bimbingan tambahan agar dapat mengikuti tes masuk. Soal biaya masuk sekolah, setengahnya telah dibiayai sekolah dan setengahnya pemerintah yang menanggung.”
Aku setengah tidak percaya. Apa yang aku mimpikan selama ini terwujud. Aku memakai seragam sekolah sama seperti anak lain. Tetapi bagaimana dengan ibu dan bapakku? Apakah mereka mengizinkan aku untuk bersekolah? Apa aku bisa membantu mereka lagi? Ah.. aku bisa mengamen setelah sekolah usai. Apakah mungkin itu terjadi, jangan-jangan orang ini hanya ingin menipuku lalu menculikku dan menjualku. Tapi rasanya tidak mungkin raut mukanya tidak seperti penculik. Namun wajah dan penampilan bisa menipu. Aku bicara ngawur mungkin hanya perasaanku saja.
“Adik tidak percaya, Bapak punya lambing dinas sebagai staf / guru di SDN 003 Sekayu. Bapak tidak bohong. Adik bisa percaya bapak kan?”
Baiklah aku menyerah. Aku akan menerima ajakannya.
“Baik pak guru, saya mau. Tetapi bimbingan itu bagaimana? Apa harus ada biayanya juga?”
“Tidak dik, bimbingan itu biar bapak saja yang menagjarimu di rumah bapak setiap akhir pecan. Kamu bisa datang ke rumah bapak.”
Sambil bapak tadi menulis alamatnya aku mencari-cari jam, aku tidak mau membuat ibuku repot.
“Ohya nama adik siapa?”
“Nama saya Imam. Maaf pak guru saya tidak bisa lama-lama saya buru-buru.”
“Iya. Jangan lupa hari Minggu ke rumah bapak ya.”
Dengan menerima secari kertas tersebut aku berlari sekencangnya menuju rumah.


Hari demi hari melewati sang minggu semakin ganjil. Aku tak sabar menanti sekolahku. Ayah dan ibuku mengizinkan aku sekolah. Mereka tidak ingin aku menjadi hina karena menjadi buruh kuli di masa depannya. Aku menangis kenapa aku tidak seberuntung orang-orang disana. Apa mungkin ini sudah nasib. Malam ini aku tidak tidur meratapi nasibku. Akankah berubah?

Teng…teng…teng. Hari ini adalah tesku. Semoga aku berhasil. Bapak, ibu, pak Tian selalu mendoakan yang terbaik untukku. Aku tidak boleh menyiakannya. Ini kesempatanku merubah semuanya. Seperti lagu yang sering di nyanyikan pak guru Tian.
Everything will change if you can handle it up…everything will changed by rounding time…never less before,

Beberapa hari kemudian setelah tes tersebut.

“Pak, Bu, Imam diterima ini suratnya. Imam bisa sekolah. Imam bisa sekolah. Akhirnya Imam sekolah”.
Namun di rumah sangat ramai. Kulihat ibu menangis lalu aku berlari menujunya dan aku melihat tubuh ayah tergeletak.
“Imam,bapak sudah tiada. Bapak terkena beban berat saat bekerja.”
“Pak, imam sekolah pak. Imam sekolahhh. Huhuhuh…streep..streep.. aku menangis terisak-isak. Aku harus merelakan ayahku pergi.
Terkadang cobaan selalu datang di saat yang tidak di duga entah saat menyenangkan,menggembirakan,menyedihkan,mengecewakan,dan lain-lain.
Namun aku tetap bersyukur aku kini bisa sekolah dan meneruskan impian dan keinginan ayahku pula. Semenjak ayah tiada dan ibuku jatuh sakit karenanya lantaran tak rela menerima kepergian ayah sehingga pada akhirnya ibu menyusul kepergian ayah di surga, kemudian aku diangkat menjadi anak oleh seorang guru, Pak Tian.
Terimakasih walaupun aku mendapat cobaan yang sangat berat di usiaku. Aku tetap bersyukur. Mungkin ini yang terbaik.

terima kasih

Terima Kasih


Namaku Silfi. Aku lahir di sebuah keluarga yang bisa dikatakan sederhana. Ayahku telah lama meninggal saat aku berumur 3 tahun. Ibuku bekerja sebagai penjahit keliling. Terkadang aku berpikir tentang masa depanku. Aku tidak ingin nantinya aku menjadi penjahit sama seperti ibuku. Untuk itu, aku sedapat mungkin sekolah setinggi-tingginya.. Aku ingin menjadi arsitek ternama. Selain itu, aku ingin pula membahagiakan ibuku yang telah merawat aku dari buaian. Tetapi nasib berkata lain, rumah dan perlengkapan jahit ibu terbakar. Aku tak tahu kenapa itu bisa terjadi. Kebakaran itu terjadi sewaktu aku menginap di rumah temanku untuk mengerjakan makalah kesenian. Untungnya ibuku selamat. Aku bahagia sekali karena tidak ada yang paling penting selain ibuku.
Setelah aku minta ijin ke sekolah untuk tidak masuk selama 4-5 hari, akhirnya aku dan ibuku harus mencari tempat bernaung yang baru. Tidak besar dan tidak juga kecil, tapi cukuplah. Keesokan harinya ibuku berniat untuk mencari pinjaman di bank. Dengan surat tanah milik almarhum ayahku sebagai jaminan. Aku dan ibuku sering ditolak di berbagai bank. Wajarlah kami hanya orang-orang yang sederhana. Baju-baju kami kumal karena semua pakaian dan peralatan habis dilalap api.
Setengah jam berkeliling kota, akhirnya ada suatu bank yang mau percaya dan meminjamkan kami uang. Itu suatu awal yang baik walupun kami hampir putus asa.
“Bu, kita akan apakan pinjaman itu?”
“Sepertinya ibu akan mulai usaha makanan tapi hanya kecil-kecilan saja, yah buat kita makan sehari-hari”, jawab ibu ramah.
Aku bangga dengan ibuku. Beliau begitu baik, perhatian, penyayang, dan sosok yang tegar. Terkadang aku malu juga denagn keadaanku. Tapi aku harus menerima semuanya dengan lapang.
Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat sekarang. Pikiranku seperti tenggelam dalam samudra dan hasrat untuk mancapai cita-citaku melayang di udara makin lama kian jauh.

Jam 4 pagi aku sudah tak biasa tidur. Sehingga aku gunakan untuk mengerjakan PR, belajar, ataupun membersihkan rumah. Sembari mengerjakan PR aku teringat sesuatu.
“Besok aku berulang tahun, mungkin tahun ini aku takkan mendapat hadiah dari ibu seperti tahun-tahun sebelumnya,”gumamku dalam hati.
Tiba-tiba aku terbangun dari lamunanku saat mendengar ibuku memanggilku.
“Fi, ayo bantu ibu buat pisang goring,”seru ibu.
“Sebentar bu, silfi shalat dulu,”tukasku.
“Iya, cepetan gih nanti waktunya habis, setelah itu bantu ibu ya,”jawab ibu
“Sip bu,”sahutku sembari ke tempat berwudhu.
Beberapa menit kemudian, aku memabantu ibu membuat pisang dan ditutup dengan sarapan. Hari ini aku harus pergi sekolah, karena pihak sekolah membantuku dan ibuku denagn memberikan buku-buku pelajaran dan seragam hasil dari sumbangan seikhlasnya.
Seperti biasa pelajaran matematika ada ulangan mendadak sehingga membuat adrenalinku terpacu untuk mengerjakannya secara sempurna. Tiba-tiba Rina mengunjungi kursiku dan melihatkan foto-fotonya saat ia liburan ke Prancis. Rupanya ia ingin bertinggi hati karena baru dia yang pergi ke luar negeri. Aku sih mengiyakan saja tak memperhatikan lagaknya Rina.
Setelah jam pelajaran usai, aku berpikir untuk meneruskan cita-citaku untuk pergi ke luar negeri demi menjadi seorang arsitek. Namun aku belum ada ide untuk itu. Jadi aku hanya bisa menunggu saat yang tepat.
Keesokan harinya, di pagi buta aku dikagetkan sosok ibu.
“Ada apa bu?”jawabku sambil menguap.
“Maaf ya Fi, ibu hanya bisa memberiakan ini. Semoga kamu dapat memanfaatkannya?”jawab ibu.
Kulihat seperti kertas kecil berwarna biru.itu sebuah buku rekening.
“Ibu, ini kan hanya buku rekening?”tanyaku bingung.
“Kelak akan berguna untukmu. Suatu kegiatan yang baik akan menghasilkan manfaat yang baik pula,”jawab Ibu ramah.
Aku tahu maksud ibu untuk aku belajar menabung. Akan membuat aku lebih mandiri terlebih lagi aku akan hidup di negeri orang, aku harus bisa mencukupi kebutuhanku sendiri.
Sejak mendapatkan buku tersebut, aku mulai rajin menyisihkan uang saku dari seribu rupiah sampai dua ribu rupiah setiap hari. Sampai-sampai karyawati yang bekerja di bank itu samapai mengenalaku dengan akrab.
“Selamat siang dek Silfi, mau nabung lagi ya?”tanya beliau sopan dan ramah.
“Iya nih mbak, hari ini saya mau nabung dua ribu?”jawabku sembari menebar senyum.
“Baik, tunggu sebentar ya.”
Kalo dilihat dari jumlah tabunganku, selama setahun aku sudah bisa mengumpulkan Rp.14.565.500,- belum lagi bunga yang kudapat. Lagipula warung ibuku mulai merintis kesuksesan jadi uang sakuku ikut-ikutan naik. Sehingga aku bisa berkunjung ke tempat favoritku, yaitu bank. Benar kata orang dan pepatah mengatakan bahwa rajin menabung pangkal kaya. Beberapa tahap lagi aku bisa memenuhi hasratku untuk ke Prancis. Itu pasti.
Namun kenyataan berkata lain. Roda kehidupan mulai bergerak kembali. Tak selamanya kita berada di atas. Aku terpukul sekali dengan kenyataan ini. Aku rasanya ingin lari tapi kenapa aku tak bisa. Hanya secarik kertas yang kutemui di atas ranjangnya yang tersusun rapi. Kubuka dengan perlahan dan kubaca dengan air mata yang bercucuran.
Silfi anakku, ibu tidak tahu harus berkata apa. Ibu hanya manusia biasa yang kapan saja bisa tiada. Saat engkau membuka surat ini mungkin ibu tidak bersamamu. Ibu harap kamu tegar dan tabah dalam mengarungi kehidupan. Ibu yakin suatu saat kamu bisa mengejar cita-citamu walaupun tanpa ibu. Kejarlah nak, ibu selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untukmu. Jangan lupa shalat dan jaga kesehatanmu baik-baik.
Bibirku terkatup. Rasanya jantung ini mau berhenti berdetak. Tak rela. Aku menangis semalaman. Sekian hari aku tidak mau berbicara pada orang. Mengurung diri dalam kamar.
Ibu meninggal, saat menyebrang ada truk muatan yang melintas tanpa memperhatikan rambu lau lintas. Ibu tertabrak. Padahal ibu hendak menyetorkan uang untuk memasukkan ke rekening ku. Demi mempercepat aku pergi ke Prancis. Entah kenapa aku tidak tahu kabar berita tersebut. Aku tahu berita ini dari Mbak Yani, karyawati bank favoritku. Dan yang kutemukan hanya secarik kertas itu. Itu saja.
Sepeninggal ibuku, aku hidup sendiri. Berusaha menghidupi kebutuhanku sendiri. Walaupun Mbak Yani mau mengangkatku sebagai anak, namun ku tolak secara halus. Aku akan berusaha pergi ke Prancis. Itulah pesan ibuku setelah beliau meninggal.
Di lain pihak tanpa sepengetahuanku, mbak Yani merekomendasikanku untuk mendapatkan beasiswa bagi nasabah tetap. Dan aku terpilih. Aku senang. Namun aku juga sedih harus menerima kenyataan bahwa ibu telah pergi. Jika ibu tahu hal ini, ibu pasti sangat senang dan membuatkanku pisang goreng istimewanya. Namun itu sudah berlalu. Biarkanlah ini termakan oleh waktu.
Aku akan meniti hidup baru. Aku tahu ibu selalu ada dalam hatiku. Berkat mbak Yani, almarhumah ibuku, dan pihak sekolah. Terutama yang paling berjasa dan berarti adalah bank yang mau memberiku beasiswa. Tidak ada kata yang bisa kuucapkan selain terima kasih. Teriam kasih semuanya.
“Ya Allah, semoga ibuku selalu diberi ketenangan dan selalu berada di dekat-Mu.”
Selama 3 tahun di Prancis, aku menamatkan sekolah. Hidupku bahagia. Apalagi aku telah berkeluarga. Dan tidak lupa aku membuatkan suatu bangunan dengan arsitektur buatanku khusus untuk ibuku yang selalu dalam hatiku dan semua yang berjasa untukku.

terima kasih

Terima Kasih 2


Kupandangi langit luas diwarnai awan putih cemerlang. Selalu terpikir olehku akan keadaan ibu diatas sana. Semenjak kepergian ibu 10 tahun yang lalu, aku selalu saja menangis ketika membuat makanan kesukaanku dan ibu. Kadang ku bisa tegar, kadang aku harus menangis di depan nisan ibu. Setiap tahun aku pergi ke makam ibu sekedar menanyakan keadaan ibu disana. Ataupun menceritakan rumah tanggaku. Sebenarnya kutahu bahwa ibu selalu melihatku dari sana. Bukan maksudku untuk membuat ibu sedih, namun inilah kenyataannya. Aku seorang single parents. Suamiku adalah seorang leleki setia berkebangsaan Prancis. Aku bertemu dia saat aku sekolah arsitek disana. Dia adalah satu-satunya orang yang mengerti diriku, mencintaiku, bahkan karena ia begitu menyayangiku ia benar-benar menjadi seorang muallaf. Kami memiliki seorang anak perempuan hasil dari pernikahan kami. Bayinya sehat dan alhamdulillah akupun selamat. (Ini juga berkat doa ibuku diatas sana). Dua bulan setelah aku melahirkan, kali ini Allah benar-benar menguji ketabahanku kembali. Suamiku kecelakaan. Ia sedang pergi ke Kansas karena ada pekerjaan yang menarik. Ia ingin sekali mengajakku dan anaknya. Namun usia Marylin Sukmawati (sukmawati diambil dari nama ibuku, semoga ia menjadi seperti ibuku kelak) baru menginjak 3 bulan, aku tidak ikut dengannya. Namun cuaca tiba-tiba memburuk, pesawat yang ditumpangi suamiku terjatuh dan tenggelam di samudra pasifik. Bagaimana nasibku dan sukma. Apakah aku bisa mengarungi hidup sendiri. Ibu kuatkan anakmu ini.
Ini adalah takdirku, aku tidak punya saudara. Aku harus bekerja dan mengasuh serta merawat anakku. Aku akan memulai dengan memasak. Aku membuka sebuah toko roti khas Prancis dan Indonesia. Namun itu saja tidak cukup. Lalu aku mencoba bekerja pada suatu instansi penerbitan majalah, aku diterima walau hanya sebagai seorang pengisi artikel. Untungnya pekerjaanku tidak menyita banyak waktu sehingga aku memiliki qwaktu dengan Sukma. Suamiku memiliki cukup harta namun aku belum bisa memakainya, aku masih teringat dia dan selalu saja sedih. Kucoba berbagai solusi agar sukma tumbuh menjadi anak yang sempurna. Aku tidak akan berniat nenggunakan jasa baby sister, aku takut ia tidak bisa bersamaku setiap waktu.
Setelah kira-kira sukma mulai berumur sepuluh tahun aku mengajaknya pindah ke Prancis. Sukma merespon baik. Ia tumbuh menjadi gadis ceria dan cantik. Tetapi sebenarnya ia haus dengan kasih saying. Di Prancis aku ditarik sebuah sekolah arsitek untuk menjadi guru disana. Aku tidak pernah memaksa sukma nantinya menjadi arsitek.

My Mother

Hai bloger mania
aku benar benar bahagia hari ini. :D

Ibu adalah sosok yang paling kusayang. Seperti yang anda ketahui, ibu adalah orang yang melahirkan kita dan merawat kita dari buaian.

Ibuku begitu keras. Mungkin juga karna beliau khawatir denganku. Belum pernah aku menyenangkan hati ibuku. Minimal nilai nilaiku memuaskan saja yang selalu kusuguhkan. Tidak pernah terpikir olehku untuk memberinya bunga atau coklat.

Begitu banyak kesalahanku. Mungkin seluas langit ku pun tak terbendung. Aku tahu aku selalu memanfaatkannya jika aku ada maunya saja. Dulu pun ku juga sempat membuatnya menangis. Entah setan apa yang merasukiku waktu itu...sampai.sampai aku berani mendorong ibuku, betapa besar dosaku ini Ya Allah....

Maafkan aku ibu. Aku yang hanya manusia dengan dosa. Semoga engkau dapat bangga pada anakmu ini.
HAPPY MOTHER'S DAY