Tuesday, December 22, 2009

Guruku, Penyelamatku

Guruku , Penyelamatku

Karya Chintya N




Aku adalah seorang anak yang kurang mampu. Orang tuaku hanya sebagai buruh. Terkadang aku hanya bisa makan sekali dalam sehari, kadang kami juga harus berpuasa lantaran nasi tak tersisa di tempat nasi. Setiap hari aku harus mengamen setelah aku menjadi buruh angkut di pasar dan menjual koran di trotoar-trotoar. Kehidupan ku sangat sederhana sekali. Lagipula aku dulunya seorang pendatang di kota ini sehingga aku tidak memiliki sanak saudara disini.
Sama halnya dengan anak-anak seusiaku, aku ingin sekolah namun biaya yang diperlukan untuk masuk sekolah pun sangat besar jadi aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Namun aku tidak putus asa. Aku mencari buku-buku loakan di pasar dan aku membelinya dengan upah menjual koran.
Setelah aku membelinya, aku membacanya dan asik sekali sehingga aku tak sadar menabrak seorang laki-laki yang berpakaian rapi.
“Maaf, saya tidak sengaja,”kataku dengan mencoba meraih bukuku yang terjatuh saat menabrak.
“Ini bukumu, maaf saya juga tidak memperhatikan jalan. Adik tidak apa-apa?”tanyanya dengan sangat ramah.
“Tidak apa-apa, ini buku saya, baru saja saya membelinya.”
“Oh begitu ya, adik tidak sekolah? Ini masih jam pelajaran sekolah loh?”
Aku ragu untuk menjawabnya sebab aku merasa asing dengan orang ini. Aku merasa tidak pantas membeberkan rahasia keluarga kepada orang yang baru dikenal.
“Maaf, adik tidak apa-apa? Saya mencurigakan ya dik? Saya adalah Tian. Kamu bisa memanggil saya Pak Tian. Saya adalah seorang guru. Tepatnya guru eksak di SDN 003 Sekayu.”
Hatiku berbisik. “Sungguhkah? Apa aku bisa belajar membaca dan menulis dari orang ini?”gumamku.
“Pak, saya tidak bersekolah lantaran ekonomi keluarga saya kurang mencukupi”.
“Benarkah?”tanyanya.
Kami hanya diam setelah pernyataanku tadi. Membisu .
“Begini dik, bapak mungkin hanya seorang guru namun saya bisa mengusahakan agar adik bisa sekolah asalkan adik mau untuk mengikuti beberapa bimbingan tambahan agar dapat mengikuti tes masuk. Soal biaya masuk sekolah, setengahnya telah dibiayai sekolah dan setengahnya pemerintah yang menanggung.”
Aku setengah tidak percaya. Apa yang aku mimpikan selama ini terwujud. Aku memakai seragam sekolah sama seperti anak lain. Tetapi bagaimana dengan ibu dan bapakku? Apakah mereka mengizinkan aku untuk bersekolah? Apa aku bisa membantu mereka lagi? Ah.. aku bisa mengamen setelah sekolah usai. Apakah mungkin itu terjadi, jangan-jangan orang ini hanya ingin menipuku lalu menculikku dan menjualku. Tapi rasanya tidak mungkin raut mukanya tidak seperti penculik. Namun wajah dan penampilan bisa menipu. Aku bicara ngawur mungkin hanya perasaanku saja.
“Adik tidak percaya, Bapak punya lambing dinas sebagai staf / guru di SDN 003 Sekayu. Bapak tidak bohong. Adik bisa percaya bapak kan?”
Baiklah aku menyerah. Aku akan menerima ajakannya.
“Baik pak guru, saya mau. Tetapi bimbingan itu bagaimana? Apa harus ada biayanya juga?”
“Tidak dik, bimbingan itu biar bapak saja yang menagjarimu di rumah bapak setiap akhir pecan. Kamu bisa datang ke rumah bapak.”
Sambil bapak tadi menulis alamatnya aku mencari-cari jam, aku tidak mau membuat ibuku repot.
“Ohya nama adik siapa?”
“Nama saya Imam. Maaf pak guru saya tidak bisa lama-lama saya buru-buru.”
“Iya. Jangan lupa hari Minggu ke rumah bapak ya.”
Dengan menerima secari kertas tersebut aku berlari sekencangnya menuju rumah.


Hari demi hari melewati sang minggu semakin ganjil. Aku tak sabar menanti sekolahku. Ayah dan ibuku mengizinkan aku sekolah. Mereka tidak ingin aku menjadi hina karena menjadi buruh kuli di masa depannya. Aku menangis kenapa aku tidak seberuntung orang-orang disana. Apa mungkin ini sudah nasib. Malam ini aku tidak tidur meratapi nasibku. Akankah berubah?

Teng…teng…teng. Hari ini adalah tesku. Semoga aku berhasil. Bapak, ibu, pak Tian selalu mendoakan yang terbaik untukku. Aku tidak boleh menyiakannya. Ini kesempatanku merubah semuanya. Seperti lagu yang sering di nyanyikan pak guru Tian.
Everything will change if you can handle it up…everything will changed by rounding time…never less before,

Beberapa hari kemudian setelah tes tersebut.

“Pak, Bu, Imam diterima ini suratnya. Imam bisa sekolah. Imam bisa sekolah. Akhirnya Imam sekolah”.
Namun di rumah sangat ramai. Kulihat ibu menangis lalu aku berlari menujunya dan aku melihat tubuh ayah tergeletak.
“Imam,bapak sudah tiada. Bapak terkena beban berat saat bekerja.”
“Pak, imam sekolah pak. Imam sekolahhh. Huhuhuh…streep..streep.. aku menangis terisak-isak. Aku harus merelakan ayahku pergi.
Terkadang cobaan selalu datang di saat yang tidak di duga entah saat menyenangkan,menggembirakan,menyedihkan,mengecewakan,dan lain-lain.
Namun aku tetap bersyukur aku kini bisa sekolah dan meneruskan impian dan keinginan ayahku pula. Semenjak ayah tiada dan ibuku jatuh sakit karenanya lantaran tak rela menerima kepergian ayah sehingga pada akhirnya ibu menyusul kepergian ayah di surga, kemudian aku diangkat menjadi anak oleh seorang guru, Pak Tian.
Terimakasih walaupun aku mendapat cobaan yang sangat berat di usiaku. Aku tetap bersyukur. Mungkin ini yang terbaik.

No comments: